spot_img
Rabu, November 12, 2025
spot_img
spot_img

Ubedillah: Proyek Kereta Cepat “Busuk dari Awal”, KPK Harus Periksa Jokowi dan Pejabat Terkait

KNews.id – Jakarta – Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, menyoroti proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang menurutnya sarat kejanggalan dan patut diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menegaskan bahwa proyek tersebut menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan dan dugaan adanya transaksi besar yang belum pernah diungkap ke publik.

“Persoalan besar dari kereta cepat itu adalah tidak adanya good governance KPK jangan menunggu laporan masyarakat. Jokowi adalah salah satu yang harus diperiksa. Apakah ada transaksi besar antara Joko Widodo dengan China Development Bank? Itu perlu dibongkar,” ujar mantan aktivis gerakam mahasiswa itu di Kanal YoYube Abraham Samad SPEAK UP dikutip Selasa, 28 Oktober 2025.

- Advertisement -

Dugaan Pergeseran Motif dan Inkonsistensi Kebijakan

Ubedillah menjelaskan bahwa sejak awal proyek ini dirancang sebagai kerja sama bisnis antar perusahaan (business to business) antara konsorsium BUMN Indonesia dan Tiongkok. Namun, dalam perkembangannya, proyek tersebut justru melibatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui perubahan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021.

Menurutnya, perubahan kebijakan dari awal yang murni B2B menjadi melibatkan APBN mengindikasikan adanya motif tertentu di balik pergeseran itu. “Ada sesuatu yang disembunyikan. Harusnya KPK menyelidiki mengapa peraturan itu berubah dan kenapa biaya proyek bisa membengkak hingga triliunan rupiah,” ungkapnya.

- Advertisement -

Pembengkakan Biaya dan Dugaan Rekayasa Proyek

Ubedillah mengungkapkan bahwa biaya pembangunan per kilometer proyek kereta cepat di Indonesia mencapai tiga kali lipat dibandingkan dengan biaya pembangunan di Tiongkok. Dari rencana awal sekitar Rp86 triliun, proyek tersebut membengkak menjadi Rp118 triliun.

Ia juga menyoroti keterlibatan sejumlah pejabat yang disebutnya harus dimintai pertanggungjawaban, termasuk Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

“Luhut juga perlu dimintai keterangan. Kalau dia sendiri pernah menyebut proyek ini ‘sudah busuk dari awal’, maka pernyataan itu harus dipertanggungjawabkan. Apa yang dimaksud busuk itu? Apakah sistemnya, kontraknya, atau justru kebijakan presidennya?” tutur Ubedillah.

Kaitan dengan Praktik Nepotisme dan Populisme

Lebih jauh, Ubedillah menyinggung pola kekuasaan era Joko Widodo yang menurutnya berorientasi pada pencitraan populis dan tidak transparan. Ia bahkan menyebut sejak awal kekuasaan Jokowi sudah menunjukkan gejala kleptokrasi dan haus kekuasaan.

“Keluarga ini menggunakan strategi populisme untuk menutupi praktik korupsi dan nepotisme. Sudah terlihat sejak awal berkuasa. Bahkan dulu pernah bertanya kepada almarhum Rizal Ramli: ‘Bagaimana caranya jadi presiden dan bisa kaya?’ Itu menggambarkan motif kekuasaan yang salah arah,” tegasnya.

Proyek Mercusuar di Tengah Rakyat yang Sulit

Ubedillah menilai pembangunan proyek-proyek besar seperti Kereta Cepat dan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai bentuk kesesatan berpikir dalam tata kelola negara.

- Advertisement -

“Memaksakan diri membangun sesuatu yang mercusuar di tengah rakyat yang susah itu cara berpikir yang sesat. Ini bukan soal kebanggaan, tapi tentang beban utang negara dan kesejahteraan rakyat yang terabaikan,” ucapnya.

Ubedillah pun mendesak agar KPK segera memeriksa semua pihak yang terkait, termasuk Presiden Joko Widodo dan Luhut Binsar Pandjaitan, untuk mengungkap dugaan penyimpangan dalam proyek strategis nasional tersebut.

(NS/KBR)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini