spot_img

Teknis Wewenang Baru DPR, Ubah Tatib Kilat Bisa Copot dan Ganti Pejabat Negara

KNews.id – Jakarta, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Aan Eko Widiarto, menilai DPR salah kaprah dalam memahami tugas dan fungsinya dalam melakukan “fit and proper test”.

Demikian Aan Eko Widiarto merespons perubahan Tata Tertib yang dilakukan DPR dengan menambah kewenangan melakukan evaluasi hingga rekomendasi pemberhentian terhadap para pejabat negara. Perubahan tatib ini juga dilakukan sangat cepat. Diusulkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (3/2/2025) dan disahkan pada Selasa (4/2/2025) di rapat paripurna.

- Advertisement -

“Ini sepertinya saya melihat bahwa DPR sudah salah kaprah dalam memahami tugas dan fungsinya melakukan fit and proper test,” ucap Aan sebagaimana dikutip dari Kompas.id, Selasa (5/2/2025).

Aan mengingatkan, Tatib DPR adalah peraturan yang hanya berlaku untuk internal lembaga DPR dan mengikat pada anggota DPR. Atas dasar itu, Aan dengan tegas mengatakan tidak bisa seseorang yang sudah diangkat sebagai pejabat negara  terikat oleh eksistensi, peraturan, atau norma yang ada di dalam Tatib DPR.

- Advertisement -

“Kalau DPR sampai bisa menjangkau mereka, ini artinya sudah ada intervensi,” ujar Aan.

Selain itu, Aan menilai keputusan DPR yang mengubah tatib bertentangan dengan fundamen ketatanegaraan yang diatur dalam UUD 1945. Menurut Aan, DPR justru menunjukkan sebagai lembaga yang superior atau superbody.

“Wah ini salah kaprah yang melampaui apa yang terjadi pada zaman Orde Baru. Ini sudah, ya, betul-betul salah arahlah dan betul-betul nggak bisa diterima dari sisi ketatanegaraan,” ucap Aan.

Sebab, kata Aan, pejabat negara yang melalui “fit and proper test” di DPR tidak serta-merta diartikan sebagai produk DPR. Aan menuturkan, masih ada intervensi administratif bersifat deklaratif yang dilakukan presiden melalui keputusan presiden.

“Ini jangan lupa. Jadi seolah-olah, kan, yang dipahami oleh DPR kalau fit and proper test sudah dilakukan, DPR-lah yang kemudian menghasilkan para ketua dan para anggota MA, MK, dan KPK. Itu salah. Masih ada di situ adalah perannya presiden. Kalau presiden tidak memberikan keputusan, ya hasil fit and proper test DPR tidak ada nilainya secara hukum,” ujar Aan.

Atas dasar itu, Aan menegaskan DPR tidak bisa bertindak seolah-olah berada di atas pejabat negara yang melakukan fit and proper test di DPR. Karena dalam tatanan ketatanegaraan, hubungan antarlembaga negara itu adalah berdasarkan pada fungsinya atau functional interrelationship, bukan subordinatif atau struktural.

- Advertisement -

Di samping itu, lanjut Aan, DPR perlu melihat fit and proper test terhadap pejabat negara sebagai bagian dari menjalankan ketentuan undang-undang, bukan berdasarkan kepada kedudukan DPR lebih tinggi daripada pejabat negara yang diuji oleh DPR.

“Kalau misalnya mereka sakit, berarti, kan, tidak menjalankan fungsinya, tidak mampu menjalankan fungsinya selama enam bulan. Bahkan, kalau di UU MK itu, kan, terkait tidak masuk sidang saja atau tidak menghadiri berapa pleno, bisa diberhentikan. Itu dasarnya bukan karena Tatib DPR, tetapi dasarnya adalah UU. Jadi sekali lagi, ini tentunya sangat fatal dalam kehidupan ketatanegaraan,” kata Aan.

“Kita harapkan kita sebagai negara hukum mainnya dengan hukum, bukan dengan kekuasaan,” ujar Aan.

(FHD/Kmp)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini