KNews.id – Perusahaan pembiayaan milik Bank BRI (BBRI), PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) menargetkan dapat menjaga rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) di bawah 2% di akhir 2023.
Untuk mencapai hal tersebut, Pelaksana Tugas Direktur Manajemen Risiko BRI Finance Ari Prayuwana mengatakan, pihaknya telah menerapkan manajemen risiko melalui dua pendekatan yaitu proses bisnis dan risk scoring system.
“Melalui dua pendekatan tersebut, kami optimistis dapat menjaga kualitas pembiayaan dengan NPF lebih rendah dibandingkan dengan saat pandemi Covid-19,” ujar Ari, dikutip dari keterangan resmi pada Rabu, (30/8/2023).
Pada pendekatan pertama yaitu proses bisnis, BRI Finance menerapkan kebijakan dan prosedur kerja. Salah satunya dengan merencanakan sasaran pasar dan kriteria risiko yang dapat diterima sebagai panduan pre-screening calon debitur.
Setelah itu, manajemen wajib menggali informasi calon debitur yang memadai untuk setiap permohonan pembiayaan. Tak lupa, perseroan juga perlu menganalisis kelayakan calon debitur sebelum mengambil keputusan pembiayaan.
Di sisi lainc, pendekatan Risk Scoring System merupakan kuantifikasi dari faktor-faktor karakteristik calon debitur yang dapat menyebabkan debitur menunggak. Sistem ini dijalankan melalui Credit Risk Scoring (CRS) secara digital.
“Pendekatan manajemen risiko ini, secara konsisten diperkuat dan diinternalisasi ke seluruh jajaran bisnis dan support sebagai guidance proses pembiayaan BRI Finance yang harus dipatuhi,” ucapnya.
Selain sitem tersebut, BRI Finance juga memanfaatkan fitur Financing Portfolio Guideline (FPG) yang digunakan tenaga pemasar dan analis perseroan untuk melihat tingkat risiko calon debitur berdasarkan sektor ekonomi atau industri.
Harapannya, dengan adanya pedoman yang sesuai dengan karakteristik segmen bisnis tersebut, maka pembiayaan lebih mudah diimplementasikan oleh jajaran bisnis secara objektif dan akurat. (Zs.CNBC)
Discussion about this post