spot_img
Kamis, Mei 9, 2024
spot_img

Sri Mulyani Ungkap Beban Utang Negara Berkembang

 

KNews.id – Jakarta , Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa sejumlah kabar buruk usai kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani ke AS menghadiri pertemuan G20 dan IMF-World Bank Spring Meetings.
Hasil pertemuan tersebut menyatakan perekonomian global masih diwarnai risiko.

- Advertisement -

“Pertemuan IMF-World Bank dan G20 dominasi mengenai kondisi outlook global dan risiko ekonomi global itu sangat besar. Ini artinya dari sisi situasi, kondisi, mood dan fokus dari para pembuat kebijakan di bidang keuangan negara dan moneter sangat tersita oleh downside risk atau risiko yang besar dari perekonomian global,” terang Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa.

Dari materi paparan Sri Mulyan terungkap prospek ekonomi global diperkirakan masih lemah dan stagnan di level 3,2% di tahun 2024 dan 2025. Serta, masih diwarnai beberapa downside risks.

- Advertisement -

Risiko tersebut, pertama, eskalasi tensi geopolitik terutama konflik di Timur Tengah. Kedua, high for longer dan kemungkinan penundaan penurun suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

Ketiga, gejolak di pasar keuangan global mengakibatkan capital outflow dan depresiasi nilai tukar lokal, khususnya emerging market.

- Advertisement -

“Kondisi ekonomi Amerika di mana Fed Fund rate-nya masih bertahan higher for longer, penurunan suku bunga tidak terjadi secepat dan sedrastis yang dibayangkan dan ini menimbulkan gejolak pasar modal, pasar uang dan arus modal terutama nilai tukar, capital outflow terjadi di semua negara, baik emerging maupun advance di luar Amerika,” katanya.

“Ini mempengaruhi dolar indeks yang menguat, nilai tukar mata uang lain menjadi lebih lemah atau terkoreksi, hingga suku bunga lebih tinggi dan capital outflow dan nilai tukar menjadi fokus pembahasan yang sangat besar,” beber Sri Mulyani.

Keempat, tingginya cost of borrowing dan depresiasi nilai tukar menyebabkan beban utang meningkat (debt distress) di banyak negara. Sri Mulyani menerangkan banyak negara berkembang di G20 situasi APBN-nya tidak baik. Sebab, defisit dan rasio utangnya sudah tinggi akibat pandemi dan berbagai kebijakan mereka.

“Sehingga situasi dengan nilai tukar yang terkoreksi dalam, plus suku bunga tinggi di banyak negara termasuk negara-negara emerging G20 sangat memberatkan fiskal mereka, cost of borrowing mereka meningkat. Ini yang tentu menjadi tema yang menyerap perhatian terbesar dari menteri-menteri keuangan dan gubernur bank sentral,” papar mantan Direktur Bank Dunia itu.

(Zs/dtk)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini