spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Sri Mulyani Mengklaim Ekonomi Meroket Hingga 5,8 Persen di Paripurna, RR: Stop Halusinasi, Menkeu Terbalik!

KNews.id- Sepertinya pemerintah tak kapok-kapok memberikan angin surga kepada rakyat Indonesia soal pertumbuhan ekonomi. Bayangkan saja, berbagai target yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani tak kunjung tiba.

Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, bahwa Indonesia masih berada ddalam jurang resesi pada kuartal I-2021. Dalam catata BPS memperlihatkan pertumbuhan ekonomi RI -0,74%, secara year on year (yoy) dan -0,96%.

- Advertisement -

“Dari 17 sektor, ada 6 tumbuh positif dan 11 sektor negatif tapi cenderung membaik,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (5/5) lalu.

Apa yang ada dalam pikiran pemerintah, atau Sri Mulyani ini?. Sekarang, ia menargetkan ekonomi tumbuh di kisaran 5,2 persen sampai 5,8 persen pada tahun depan.

- Advertisement -

Ia mengatakan, bahwa keyakinan tersebut tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (KEM PPKF RAPBN) 2022 yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (20/5) hari ini.

“Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro untuk penyusunan RAPBN 2022 dengan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen hingga 5,8 persen,” jelas Sri Mulyani pada rapat paripurna, hari ini di DPR RI.

- Advertisement -

Ia mengatakan, pemerintah juga menargetkan inflasi di rentang 2 persen-4 persen dan tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun di rentang 6,32 persen sampai 7,27 persen. Selain itu, nilai tukar rupiah dibidik pada rentang Rp13.900 sampai Rp15 ribu per dolar AS. Sementara, asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Prices/ICP) diproyeksi berada di kisaran US$55 sampai US$65 per barel.

Ia juga menambahkan, bahwa rasio pendapatan negara akan ditingkatkan di kisaran 10,18 persen hingga 10,44 persen dari PDB. Sedangkan belanja negara diperkirakan mencapai 14,69 persen sampai 15,3 persen dari PDB. “Keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju netral dan positif dan diturunkan ke minus 2,31 sampai dengan minus 2,65 persen PDB,” jelasnya lagi.

Dengan demikian kata Sri, defisit akan diperkecil dengan rentang negatif 4,51 persen sampai dengan negatif 4,85 persen dari PDB. Adapun rasio utang dipatok di kisaran 43,76 persen sampai 44,28 persen dari PDB.

Sri juga berharap sejalan dengan perbaikan ekonomi di tahun depan, juga bakal tercipta kesempatan kerja, sekaligus menekan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Dia mengeker TPT bisa ditekan di kisaran 5,5 persen hingga 6,2 persen.

Lalu, angka kemiskinan akan berada di rentang 8,5 persen sampai 9 persen dan rasio gini atau rasio ketimpangan akan berkisar antara 0,376 – 0,378. Indeks Pembangunan Manusia naik ke rentang 73,44 sampai 73,48, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga diproyeksikan naik dengan capaian masing-masing 102 sampai 104 dan 102 hingga 105.

Rizal Ramli Sebut Sri Mulyani Kembali Lempar Halusinasi Pada Rakyat

Menanggapi hal ini, Ekonom Senior Rizal Ramli menyebut Menkeu ‘Terbalik’ kembali melempar halusinasi kepada rakyat.

“Cara berfikirnya terbalik, makanya Menkeu Terbalik bisanya kasih halusinasi kepada rakyat. Kok gak malu ya? bayangkan saja, tax ratio terendah dalam sejarah, dan dibandingkan dgn negara2 tetangga. Pengelolaan fiskal/APBN yg ambradul, sama sekali tidak prudent,” tegas Rizal saat dihubungi redaksi bicaralah.com melalui ponselnya, siang ini.

Mantan anggota penasihat tim panel ekonomi PBB ini mengatakan, bahwa Sri hanya berani menekan pajak pada masyarakat menengah ke bawah. “Karena doyannya nguber (mengejar) yang kecil-kecil doang, sama yang gede-gede tidak berani justru dikasih tax holiday dan pembebasan pajak 20 tahun, dan sebagainya,” tegasnya.

Hal ini menurutnya, terlihat jelas, karena pertumbuhan kredit juga sangat rendah, bahkan negatif 1,39 persen pada November 2020 juga menjadi pemicu. Diketahui, pertumbuhan ini menjadi terendah sejak krisis ekonomi 1998, karena likuiditas di masyarakat dan lembaga keuangan tersedot setiap kali pemerintah menerbitkan Surat utang Negara (SUN).

“Apa yang disebut sebagai “crowding-out”. Jadi boro-boro nambah, likwiditas di masyarakat “disedot” itulah yang menyebabkan daya beli rakyat semakin merosot. Ini malah mau undang IMF ke Indonesia, banyak yang gagal justru menjauh, ini malah mendekat, memang Menteri Keuangan ‘Terbalik’ jadi berfikirnya ya terbalik,” tegasnya.

Sementara itu, terkait rencana Sri Mulyani menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan dilakukan pada tahun 2021 juga mendapat sorotan dari Rizal Ramli, menurutnya hal itu untuk meminimalisasi penambahan hutang yang terus membengkak.

“Indikasi bahwa SMI sudah panik karena pemerintah mengalami kesulitan likuiditas. Bayar THR saja dipotong, uang haji dan wakaf diembat untuk infrastruktur, sudah paksa BI untuk cetak uang Rp 1.000 triliun dengan wajibkan BI beli surat utang di pasar primer, hingga usul naikkan pajak PPN jadi 15%,” tambahnya.

Mantan Menko Ekuin era Gusdur ini juga menyatakan, bahwa cara-cara tersebut tidak kreatif untuk menggenjor penerimaan negara.“Cara-cara panik dan tidak kreatif untuk genjot penerimaan sekadar untuk bisa bayar bunga utang sebesar Rp 345 triliun. Jadi stop halusinasi pada rakyat Menkeu Terbalik,” tutupnya. (Ade/bcra)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini