KNews.id – Jakarta – Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, menilai Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) menjadi salah satu kendala utama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mengakses pembiayaan perumahan melalui perbankan.
Oleh karena itu, dia menyambut baik upaya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperjelas aturan kredit bagi calon konsumen dengan kredit non-lancar.
Pernyataan ini disampaikan Ari di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Himperra 2025 di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Jumat (18/4/2025).
“Banyak calon pembeli ditolak bank karena status rendah di SLIK, padahal aturan OJK tidak melarang pemberian kredit untuk debitur dengan kredit non-lancar. Kami harap ada solusi untuk masalah ini,” ujar Ari.
Selain itu, Ari mengapresiasi rencana Kementerian PKP untuk memperluas batas pendapatan MBR hingga Rp 12 juta untuk lajang dan Rp 14 juta untuk yang sudah menikah.
“Kebijakan ini memperluas peluang MBR dengan pendapatan Rp3 juta hingga Rp14 juta untuk memiliki rumah. Ini langkah yang sangat baik,” tambahnya.
Ia juga menegaskan pentingnya edukasi agar masyarakat tidak salah paham bahwa hanya mereka yang berpenghasilan Rp 14 juta yang bisa membeli rumah subsidi.
Himperra mengusulkan skema baru untuk kelompok berpenghasilan Rp 8 juta hingga Rp 14 juta, yang memungkinkan mereka membeli rumah komersial seharga Rp 185 juta hingga Rp 400 juta dengan insentif bunga KPR 2-3 persen di atas bunga KPR subsidi.
“Skema ini akan menarik minat milenial, dengan cicilan terjangkau, flat, dan rumah berkualitas lebih baik dari segi lokasi dan desain,” jelas Ari.
Untuk mendukung program 3 juta rumah pemerintah, Himperra membentuk sekolah guna meningkatkan keterampilan anggota dalam membangun perumahan MBR berkualitas.
Selain itu, dibentuk bidang khusus untuk menangani penjaminan mutu dan kualitas pembangunan.
“Ini komitmen kami untuk mendukung program pembangunan rumah berkualitas sesuai visi Presiden Prabowo,” tegas Ari.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengungkapkan bahwa pemerintah akan meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga 440.000 unit pada 2025, dua kali lipat dari sebelumnya, dengan bunga KPR 5 persen untuk rumah seharga Rp 175 juta.
Selain itu, tersedia kuota 100.000 unit untuk rumah komersial (Rp 400 juta) melalui mekanisme pasar.
“Kebutuhan pendanaan program ini mencapai Rp 56,6 triliun, terdiri dari SBUM Rp 1,8 triliun, FLPP Rp 47 triliun, dan SMF Rp 7,9 triliun,” jelas Heru.