KNews.id – Jakarta, Sengketa lahan antara entitas bisnis milik Jusuf Kalla, PT Hadji Kalla, dengan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group, kembali menjadi sorotan publik.
Kasus ini mencuat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkap temuan terbaru terkait tumpang tindih hak atas lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan.
Berikut sejumlah fakta dari sengketa lahan tersebut:
1. Sengketa Lahan Sudah Terjadi Sejak 1990-an
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut kasus ini merupakan ‘produk lama’ yang telah terjadi sejak 1990-an.
“Tumpang tindih alas hak antara dua entitas itu sudah ada sejak 1990-an. Kasus ini baru terungkap karena kami sedang menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).
Berdasarkan hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, lahan yang menjadi objek sengketa ternyata memiliki dua dasar hak berbeda, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama PT GMTD.
2. PT Hadji Kalla Miliki Sertifikat HGB Resmi
PT Hadji Kalla diketahui menggenggam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.
Nusron menegaskan, fakta hukum menunjukkan bahwa PT Hadji Kalla memang memiliki dasar penerbitan hak yang sah dan berbeda dari milik GMTD. “Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat,” tegasnya.
3. GMTD Melakukan Eksekusi Lahan
Sengketa makin memanas setelah PT GMTD melakukan eksekusi lahan yang diklaim sebagai milik PT Hadji Kalla.
Nusron mengungkap, pihaknya telah mengirim surat kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk mempertanyakan dasar eksekusi tersebut, sebab di atas tanah itu masih ada dua sengketa aktif, yakni antara PT Hadji Kalla dengan Mulyono (perorangan), serta dengan GMTD.
“Kami mempertanyakan proses eksekusi karena belum ada pengukuran ulang [konstataring], sementara di atas tanah tersebut masih ada dua masalah,” ujar Nusron.
4. Jusuf Kalla Tuding Ada Mafia Tanah
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuding ada permainan dalam sengketa lahan miliknya. Ia menilai GMTD dan pihak terkait telah melakukan “rekayasa” dan “perampokan lahan”.
“Jadi itu kebohongan dan rekayasa, itu permainan Lippo. Jangan main-main di sini, Makassar ini,” ujar JK saat meninjau lokasi lahan, Rabu (5/11/2025).
JK mengaku heran karena lahan miliknya seluas 16,5 hektare diklaim oleh seseorang bernama Manjung Ballang, yang disebutnya sebagai seorang pedagang ikan. “Masak penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu tidak masuk akal,” tegasnya.
5. Dugaan Rekayasa dan Salah Objek
Sengketa JK menduga terjadi rekayasa dan salah objek sengketa, bahkan kemungkinan keterlibatan oknum aparat dalam proses eksekusi. Menurutnya, pelaksanaan eksekusi seharusnya dilakukan setelah ada pengukuran ulang (post-statering) oleh BPN. Namun, JK menuding proses itu tidak dilakukan.
6. Kementerian ATR/BPN Tegaskan Netral
Menteri ATR/BPN menegaskan lembaganya tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD, maupun individu lain yang terlibat dalam kasus ini.
“Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum,” kata Nusron.
7. Respons Lippo Group
CEO Lippo Group, James Riady memberikan penjelasan mengenai sengketa lahan yang melibatkan PT Gowa Makassar Tourism Development Corporation Tbk.(GMTD) dengan PT Hadji Kalla di Makassar, Sulawesi Selatan. James membenarkan bahwa Lippo Group menggenggam sejumlah saham milik PT GMTD. Namun, pihaknya mengaku tidak tahu menahu mengenai kelolaan lahan atau land bank perusahaan tersebut.
Pasalnya, tambah James, PT GMTD sendiri saat ini mayoritas kepemilikan sahamnya digenggam oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Makassar, Sulawesi Selatan.
“PT GMTD adalah perusahaan terbuka, di mana Lippo salah satu pemegang saham tapi itu perusahaan Pemda jadi yang perlu ditanya [terkait sengketa lahan] itu ke sana,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian PKP, Senin (10/11/2025).



