spot_img
Kamis, Mei 2, 2024
spot_img

Sederet Kejanggalan Proyek BTS 4G Bakti Kominfo dalam Temuan Audit BPK

KNews- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek pembangunan BTS 4G Bakti Kominfo, jauh sebelum Menkominfo Johnny Plate ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, 17 Mei 2023. Kejanggalan tersebut terungkap dalam hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Belanja Tahun Anggaran 2021 Kominfo yang dilakukan BPK.

Anggota BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan salah satu kejanggalan terletak pada penyusunan perencanaan proyek yang serampangan. Penentuan lokasi 7.904 titik pembangunan BTS tidak berdasarkan hasil pengecekan ke lapangan.

- Advertisement -

“Mereka tidak turun ke lapangan. Sehingga saat pelaksanaan pembangunan, ada banyak titik yang ternyata tidak membutuhkan pembangunan BTS karena di sana sudah ada BTS milik Telkomsel,” ujar Achsanul ketika ditemui di kantornya pada Senin, 6 Maret 2023.

Akibatnya, banyak pembangunan BTS yang tidak perlu. Tower BTS tetap dibangun di desa yang sudah memiliki pemancar. Padahal, konsep pembangunan BTS Bakti ini adalah satu desa satu BTS.

- Advertisement -

Pengadaan Proyek BTS Menabrak Aturan

Proses pengadaan proyek penyediaan infrastruktur BTS juga menabrak aturan. Persyaratan kriteria prakualifikasi disusun tidak sesuai ketentuan di Perdirut Bakti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Infrastruktur BTS dan Pendukungnya dalam Rangka Transformasi Digital. Dokumen prakualifikasi tidak mencantumkan aturan ihwal lingkup dan batasan definisi pelaksana pembangunan. Termasuk, tidak adanya persyaratan pengalaman pembangunan BTS dan infrastruktur pendukungnya.

- Advertisement -

BPK juga menemukan kejanggalan dalam penentuan para pemenangan proyek. Seperti pada konsorsium Fiberhome-Telkominfra-Multi Trans Data yang memenangi proyek pengerjaan BTS di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Dalam temuan BPK, disebutkan bahwa status Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) tidak memenuhi kualifikasi sebagai technology owner atau pemilik teknologi sebagaimana dinyatakan dalam dokumen prakualifikasi.

Dalam dokumen pengajuan proyek, FTI memang menyampaikan pengalamannya dalam membangun BTS. Namun, berdasarkan hasil temuan BPK, pengalaman pembangunan BTS dalam dokumen tersebut bukan milik FTI. Melampirkan salinan kontrak pengalaman penggunaan teknologi BTS 4G milik perusahaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT).

Persoalan juga ada di konsorsium Lintasarta-Huawei-Surya Energi Indotama yang memegang proyek di wilayah Papua dan Papua Barat. Dari penelusuran BPK, terungkap bahwa dokumen salinan kontrak yang dilampirkan untuk pemenuhan persyaratan kualifikasi teknis tidak lengkap. Sebab, dokumen salinan kontrak yang disampaikan Lintasarta tidak dilengkapi lampiran atau rincian pekerjaan.

Selain itu, pengalaman yang disampaikan Huawei belum dapat dinilai memenuhi syarat. Sebab, informasi dalam lampiran dokumen kontrak dirahasiakan. Huawei juga tidak mencantumkan nama kontak dan penghubung lima kantor cabang perusahaan sebagaimana dipersyaratkan.

Begitu pula dengan konsorsium Indonesia Bisnis Sejahtera (IBS) dan ZTE yang memegang proyek di wilayah Papua. Temuan BPK menunjukkan bahwa dukungan pemegang saham ZTE tidak sesuai ketentuan. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, nilai kekayaan kemitraan IBS-ZTE tercatat sejumlah Rp 2.083.762.939.890 yang terdiri dari kekayaan ZTE Indonesia sebesar Rp 616.443.216.456 dan IBS senilai Rp 1.467.319.723.434.

“Nilai tersebut masih di bawah kekayaan bersih yang dipersyaratkan untuk mengikuti tiga paket pengadaan, yakni sebesar Rp 8,1 triliun,” tulis BPK dalam laporannya.

Dugaan Permainan Penentuan Pemenang Proyek

BPK menemukan dugaan permainan penentuan pemenang proyek. Kemitraan IBS-ZTE mulanya memenangkan proyek paket 4 dan 5 pembangunan BTS Bakti karena dianggap tidak memenuhi persyaratan teknis dan finansial. Namun, pada 22 Januari 2021, Pokja Pemilihan Pengadaan mengubah ketentuan di dokumen tender.

Perubahan spesifikasi tersebut membuat konsorsium IBS-ZTE yang semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi aspek finansial dan teknis. Walhasil, kemitraan IBS-STE lantas menjadi pemenang. “Perubahan spesifikasi teknis tersebut terindikasi bukan didasarkan kepada analisa kebutuhan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, akan tetapi karena spesifikasi teknis yang dimiliki atau dapat disediakan oleh Konsorsium IBS-ZTE,” tulis laporan BPK.

Indikasi Pemborosan Anggaran

BPK juga menemukan adanya pemborosan anggaran di proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 1.550.604.887.030 atau Rp 1,5 triliun.

Pemborosan anggaran yang sempat dicatat BPK tersebut mencakup dana komponen capital expenditure (capex) alias belanja modal. Antara lain biaya penggunaan helikopter dan sejenisnya yang mencapai Rp 1,4 triliun. Begitu pula dengan biaya training dan servis lainnya yang masing-masing senilai Rp 30,9 miliar dan Rp 60,6 miliar.

Komponen kedua yakni operational expenditure (opex) alias biaya operasional, berupa biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal atau Universal Service Obligation (USO) sebesar Rp 52 miliar. Dana tersebut dikembalikan sesuai permintaan BPK.

Kini, kasus dugaan rasuah tersebut sudah menyeret 6 tersangka. Mereka adalah Menkominfo Johnny Gerad Plate, Direktur Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (2020) Yohan Suryanto, Account Director of Integrated PT Huawei Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan. (RZ/TMP)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini