spot_img
Rabu, Oktober 22, 2025
spot_img
spot_img

Razikin: Serangan Kepada Bahlil Sudah Mengarah Kepada Rasisme

KNews.id – Jakarta, Serangan kepada Bahlil Lahadalia yang bernada penghinaan pribadi berbuntut panjang. Pasalnya Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) telah melaporkan beberapa akun media sosial pada Senin (20/10/2025).

Respon masyarakat terhadap laporan tersebut beragam. Salah satunya Ketua Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Razikin, memberikan respon atas laporan tersebut. menurutnya Razikin, bahwa penghinaan terhadap Bahlil Lahadalia beberapa waktu terakhir bukan sekadar ekspresi kekecewaan politik atau kritik terhadap pejabat negara.

- Advertisement -

“Saya menyimak dibeberapa platform media sosial, bahwa serangan tersebut lahir dari prasangka rasial yang masih hidup dalam sebagian pikiran bangsa kita sebuah “back mind” kolonial yang terus diwariskan dari generasi ke generasi tanpa disadari”, ungkap Razikin

Lebih lanjut Razikin menilai, Serangan terhadap Bahlil bukan karena kebijakannya, bukan karena kapasitasnya sebagai Menteri Investasi, tetapi karena ia datang dari suku minoritas, karena ia orang Papua, karena ia berambut keriting dan berkulit hitam. Itulah akar masalahnya — sebuah bias rasial yang seolah memberi legitimasi kepada sebagian orang untuk menertawakan dan merendahkan seseorang hanya karena penampilannya berbeda.

- Advertisement -

“Inilah wajah rasisme struktural yang paling halus tetapi paling berbahaya. Ia tidak selalu tampak dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi hadir dalam cara kita memandang, dalam cara sebagian orang merasa berhak meremehkan, dan dalam cara publik membiarkan ujaran kebencian terhadap orang Papua seolah hal yang lumrah”, jelas Mantan Pengurus PP Pemuda Muhammadiyah ini.

Padahal, menurutnya, bangsa ini berdiri di atas prinsip “semua manusia diciptakan setara”. Sejak awal, para pendiri bangsa telah menegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa negara Indonesia berdasar atas “kemanusiaan yang adil dan beradab.” Itu artinya, tidak boleh ada satu pun warga negara yang direndahkan karena suku, warna kulit, atau asal usulnya.

Apa yang menimpa Bahlil Lahadalia menurut Razikin, harus menjadi cermin luka kebangsaan kita. Ia menunjukkan bahwa di balik slogan “Bhinneka Tunggal Ika”, masih ada sebagian masyarakat yang belum sungguh-sungguh menerima keberagaman sebagai kekuatan. Bahwa di balik kemajuan teknologi dan media sosial, masih ada mental kolonial yang menilai manusia dari warna kulit, bukan dari isi kepala dan ketulusan kerja.

Bahlil Lahadalia adalah simbol perubahan. Ia membuktikan bahwa anak Papua bisa memimpin, bisa berbicara di forum internasional, bisa mengelola investasi nasional, dan bisa berdiri sejajar dengan siapa pun di republik ini. Ketika ia dihina karena warna kulitnya, sejatinya yang dihina adalah semangat persatuan bangsa dan keadilan sosial yang kita agungkan dalam Pancasila.

Rasisme, dalam pandangan Razikin, adalah kejahatan moral sekaligus kejahatan hukum. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis secara tegas melarang setiap tindakan yang merendahkan seseorang berdasarkan ras atau etnis.

Bahkan, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menegaskan bahwa penyebaran ujaran kebencian berdasarkan SARA merupakan tindak pidana. Karena itu, saya mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, objektif, dan tegas terhadap siapa pun yang menyebarkan ujaran bernuansa rasis kepada Bahlil Lahadalia.

- Advertisement -

“Kita boleh berbeda pandangan politik, kita boleh mengkritik pejabat publik itu hak demokrasi. Tetapi tidak ada hak untuk menghina manusia karena warna kulitnya. Kritik adalah bagian dari kebebasan berpikir, tetapi rasisme adalah kebodohan yang mematikan nalar kemanusiaan”, Tegasnnya.

Hari ini, bangsa Indonesia sedang diuji. Apakah kita sungguh-sungguh bangsa yang menjunjung kemanusiaan dan keadilan, atau kita masih bangsa yang menilai derajat seseorang dari rupa dan asalnya?

“Saya mengajak seluruh anak bangsa untuk menolak rasisme dalam bentuk apa pun. Jangan biarkan media sosial menjadi ladang subur bagi ujaran kebencian berbasis ras. Jangan biarkan kebebasan berpendapat disalahgunakan menjadi kebebasan untuk menghina”, ajak Razikin.

Bangsa ini tidak akan maju selama sebagian anak bangsanya masih diperlakukan sebagai “yang lain”. Papua bukan pinggiran, Papua adalah bagian dari jantung Indonesia. Dan Bahlil Lahadalia adalah bukti hidup bahwa dari tanah yang kerap diremehkan, lahir pemimpin yang membanggakan republik ini.

“Karena itu, sebagai Pengurus DPP KNPI, saya berdiri bersama bukan hanya untuk membela Bahlil sebagai individu, tetapi untuk membela martabat bangsa dari kerusakan moral akibat rasisme”, Tutup Razikin.

(FHD/NRS)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini