KNews.id – Jakarta, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya angkat bicara soal isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Dwi Astuti, mengatakan bahwa PPN yang dikenakan pada transaksi pembayaran dengan QRIS akan bergantung pada barang atau jasa yang dibeli.
“Mau pake QRIS maupun enggak itu, pengenaan PPN-nya bukan gara-gara itu. Tapi tergantung barang atau jasa yang kita beli (apakah kena PPN atau tidak),” kata Dwi ketika dihubungi pada Ahad, 22 Desember 2024.
“Takutnya (dipikir) kalau bayar (pakai) QRIS tenang, enggak kena PPN. Loh, salah juga,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan, QRIS merupakan sistem pembayaran merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran. Dimana, QRIS merupakan produk pembayaran yang dimiliki dan disediakan oleh bank-bank umum ataupun dompet digital (e-wallet). Sehingga, transaksi dengan QRIS juga akan dikenakan PPN. Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022.
“(Penyelenggara QRIS) akan nge-charge 0,3 persen dari katakanlah 50 ribu, sekitar seribu lah ya. Seribunya itu yang kena PPN,” ujarnya mencontohkan pengenaan PPN pada transaksi QRIS.
Sementara itu untuk transaksi uang digital atau dompet digital, Dwi mengatakan bahwa yang akan menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli dengan uang digital atau dompet digital. PPN akan dikenakan pada biaya jasa layanan uang elektronik atau dompet digital tersebut.