Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Purbaya keliru dari sisi pandang hukum admistrasi negara dan atau hukum tata negara yang berbasis kebijakan penyelenggara negara atau ranah politik yang tidak dapat dipersalahkan, artinya jika memang Purbaya menolak pembayaran utang BUMN terkait projek Kereta Api Cepat Jakarta Bandung adalah berkejelasan merupakan beban negara.
Namun karena penolakan itu publis disampaikan oleh Purbaya selaku sah Menkeu maka bisa penolakannya bisa jadi dikarenakan:
1. Tim analis Menkeu menemukan bahwa kerugian negara bukan akibat melulu kebijakan Erick dan Jokowi yang keliru estimasi, namun terhadap pelaksanaan program projek tsb. telah ditemukan bukti adanya kebocoran yang disengaja dgn kata lain ada nilai transaksi yang tidak logis;
2. Dan dari jumlah nilai yang tdk logis tsb telah ditemukan indikasi bancakan, sehingga kategorinya bukan pure utang namun korupsi, atau;
3. Pelimpahan Laporan konkrit keuangan dr Eric saat menjadi menteri BUMN ke kementerian Keuangan Sri Mulyani belum diserahterimakan kepadanya;
4. Bahwa sbg pembantu presiden tentu ucapan sang menteri (purbaya) sdh sepengetahuan dan seizin Presiden Prabowo.
Maka otomatis, menteri keuangan purbaya berhak menolak utang, jika “diduga” sengaja dilakukan secara TSM (struktural, sistematis dan masiv) untuk mnjd beban kas negara yang nota bene merupakan uang rakyat.
Jokowi pastinya yang saat itu presiden, dan Sri selaku eks Menkeu juga harus diikutsertakan terkait pertanggungjawaban keuangannya. Minimal diminta keterangannya dan dengan klarifikasi tertulis, lalu oleh Purbaya disampaikan terbuka kepada publik (asas tranparansi).
Sesuai konstitusi pada prinsipnya setiap pelanggaran maka pelaku harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya yang menimbulkan kerugian baik pidana maupun keperdataan (admistrasi negara atau hukum tata negara) juga penindakannya harus equalitas (tidak pandang bulu) dan transparansi karena menyangkut keuangan negara atau uang rakyat !
Dan khusus terhadap perbuatan delik, sampai kapan pun merupakan tindak kejahatan sehingga harus diselesaikan secara berkepastian hukum, hal ini sesuai asas hukum pidana mala in se.
Idividu-individu atau kelompok yang merupakan bangsa WNI , patut dan halal bersuara agar KPK atau Jagung RI segera aktif mengkonfirmasi atau melakukan investigasi (penyelidikan) kasus ini melalui Purbaya dengan pola penyelidikan dan atau penyidikan merujuk KUHAP, dan jika memang hasilnya didapati temuan unsur unsur pidana dengan dua alat bukti yang cukup, Penyidik KPK atau Penyidik Kejagung RI bisa menetapkan Erick, Sri dan Jokowi atau siapapun yang terlibat bancakan terhadap uang negara dimaksud dengan dilabeli status TERSANGKA.
Kenapa aparatur KPK dan Jagung RI harus proaktif ?
Karena indikasi kasus korupsi adalah delik umum (biasa) bukan delik aduan. Sehingga pihak aparatur negara memang berkewajiban sesuai tugas pokok dan fungsinya yang tidak membutuhkan adanya laporan atas perilaku korupsi dimaksud.
(FHD/NRS)



