spot_img
Kamis, Maret 28, 2024
spot_img

PKS Tegas Tolak Pengesahan RUU TPKS

KNews – PKS tegas tolak pengesahan RUU TPKS. Pada Rapat Paripurna DPR RI di Badan Legislasi DPR RI, Rabu, 6 April 2022, Fraksi Partai PKS dengan tegas menolak pengesahan RUU TPKS dengan beberapa alasan.

Penolakan tersebut, dituangkan Fraksi Partai PKS dalam surat keputusan resminya dan disampaikan kepada pimpinan rapat Baleg, Supratman Andi Atgas.

- Advertisement -

Rapat Panja yang diselenggarakan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta tersebut dihadiri pula dari pihak pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Gugus Tugas Percepatan Pengesahan RUU TPKS.

Seperti dilansir dari laman pks.id pada Rabu, 6 April 2022, beberapa poin penting yang menjadi catatan dari Partai PKS mengenai RUU TPKS:

- Advertisement -

Pertama

Meskipun PKS mengutuk keras dan menolak segala bentuk kejahatan seksual. Namun masih ada yang luput dari pembahasan yakni semakin maraknya tindakan perzinaan, gaya hidup seks bebas, serta perilaku penyimpangan seksual.

Hal tersebut masih banyak luput dari pembahasan, karena belum melakukan spesifikasi detail mengenai jenis-jenis tindak pidana kesusilaan.

- Advertisement -

Fraksi PKS menilai bahwa pembahasan RUU TPKS ini harus dilakukan dengan paradigma berpikir yang lengkap, integral, komprehensif serta pembahasannya dilakukan secara cermat, hati-hati, dan tidak terburu-buru agar pelaksanaan RUU TPKS nantinya dapat secara efektif mencegah dan mengatasi seluruh Tindak Pidana Kesusilaan.

Kedua

Pembentukan undang-undang yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan, termasuk di dalamnya Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016.

Dalam Pertimbangan Hukumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa diperlukan langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan oleh Pembentuk Undang-undang.

Fraksi PKS menilai bahwa dalam menyusun suatu rumusan delik tidak bisa membebaskan suatu perbuatan bukan sebagai Tindak Pidana, semata-mata hanya karena perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur delik, padahal perbuatan tersebut jelas dilarang dan bersifat sangat tercela menurut nilai Agama dan nilai-nilai hukum yang hidup masyarakat Indonesia (living law).

Ketiga

Fraksi PKS menyarankan agar memasukkan rumusan dan ruang lingkup Tindak Pidana Perzinaan sesuai dengan RKUHP yang sudah mengakomodasi ruang lingkup Perzinaan secara komprehensif, yaitu yang dilakukan oleh:

  • Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya.
  • Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya.
  • Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan.
  • Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
  • Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Keempat

Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT)/Penyimpangan Seksual dalam RUU TPKS, dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa, melarang segala bentuk kampanye penyimpangan seksual, dengan memberikan pengecualian bagi pelaku penyimpangan seksual karena kondisi medis tertentu yang harus direhabilitasi.

Kelima

Fraksi PKS memberikan masukan bahwa dalam perumusan jenis-jenis Tindak Pidana, sebaiknya disesuaikan dengan Tindak Pidana Kesusilaan yang telah Dibahas dalam RKUHP agar rumusan Tindak Pidananya lengkap, integral, komprehensif, dan tidak menimbulkan pemaknaan lain yang tidak sejalan dengan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945.

Keenam

Fraksi PKS menilai bahwa penyesuaian Delik Kesusilaan antara RUU TPKS dengan RKUHP penting dilakukan agar pelaksanaan RUU TPKS ini tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, mengingat dasar pemidanaan dalam RUU TPKS ini hanya menggunakan tolok ukur perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kekerasan saja, sedangkan perbuatan seksual yang dilakukan atas dasar suka sama suka (sexual consent) dan segala bentuk penyimpangan seksual yang tidak mengandung kekerasan, meskipun keduanya bertentangan dengan Hukum Agama dan nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat, tetap tidak dapat dipidana.

Fraksi PKS meminta dalam rapat tersebut RUU TPKS untuk disahkan menjadi Undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sebelum didahului adanya pengesahan RKUHP dan/atau pembahasan RUU TPKS ini dilakukan bersamaan dengan pembahasan RKUHP dengan melakukan sinkronisasi seluruh Tindak Pidana Kesusilaan yang meliputi segala bentuk Kekerasan Seksual, Perzinaan dan Penyimpangan Seksual.

Kendati mendapatkan penolakan dari Fraksi PKS, Baleg DPR menyetujui untuk membawa RUU TPKS pada pengambilan keputusan tingkat II.

Adapun persetujuan itu diambil usai mendengar pandangan dari masing-masing fraksi perihal RUU TPKS.

“Selesai sudah pendapat dari mini fraksi, dari sembilan fraksi, delapan fraksi menyatakan setuju dengan berbagai macam catatan yang ada di dalamnya. Satu fraksi menolak, dalam artian bukan menolak isi subtansi ya pak ustadz tapi ada yang saya pahami tadi tapi intinya menolak ya,” kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat bersama pemerintah, Rabu, 6 April 2022. (RKZ/hops)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini