spot_img
Selasa, Mei 14, 2024
spot_img

PILPRES 2024 , Berakhir Damai Atau Perang

Oleh :  Sutoyo Abadi 

KNews.id – “Tanpa perang manusia terperangkap dalam kenyamanan dan kekayaan, karena kehilangan kapasitas untuk pemikir dan perasaan besar menjadi barbar” ( Fyodor Dostoyevsky, 1821-1881 )

- Advertisement -

Setiap hari kita mendengar rintihan anak bangsa pilpres mendambakan bisa berahir dalam nilai nilai kejujuran, keadilan. Lahirnya pemimpin yang diakui dan bisa berjalan bersama rakyat.

Dalam dambakan tersebut, keadaan masih di warnai percekcokan, perselisihan makin lama makin membesar.

- Advertisement -

Kita selama ini tidak dilatih untuk bisa hidup damai, sama sekali tidak dipersiapkan menghadapi berbagai perbedaan, perselisihan, percekcokan , pertengkaran. Kalau tidak ada kanal yang bisa mengehentikan keadaan akan makin memburuk.

Keadaan makin rumit ketika dalam kehidupan yang makin kompetitif di Indonesia tidak ada lagi lagi aturan yang bisa melindungi manusia yang lemah .

- Advertisement -

Lebih menyusahkan munculnya pemimpin negara yang bermain main setiap saat berpenampilan sangat ramah, mengajak masyarakat untuk terus bersepakat dengan kebijakannya.

Tetapi di belakang layar sang penguasa ada kekuatan yang terus-menerus memaksakan kehendaknya, menyerang dan menyergap dari belakang, untuk di lumpuhkan.

Dipermukaan tampak berdamai namun persis dibawah permukaan adalah kekuatan tirani. Tidak malu malu dan terang terangan akan membangun politik dinasti yang prosesnya sangat tidak lazim dan nekad melanggar semua rambu rambu hukum dan konstitusi.

Kita terasa gagal dan harus menelan situs pahit, Pilpres 2024 yang diharapkan bisa berjalan jujur dan adil, luluh lantak menjadi mainan pada demit bandar dan bandit politik. Rakyat akan di paksa harus berdamai dengan permainan politik Pilpres yang jauh dari etika, moral.

Banyak psikolog dan sosiologi berpendapat melalui konflik masalah sering bisa dipecahkan dalam perbedaan yang harus di perdamaikan.

Sayang sampai saat ini belum ada tanda tanda bisa di perdamaikan , sang penguasa merasa tetap jumawa akan memaksakan kehendaknya.

Pilpres yang secara telanjang dipertontonkan dengan kecurangan, dengan licik dan manipulatif terus di poles politik pembenaran dengan macam bentuk dan melibatkan rentalan kaum intelektual – rohaniawan sebagai legalitas pembenarannya.

Sang penguasa sama sekali tidak menyadari bahwa bahwa negara ini diambang perpecahan. Yang terjadi justru terus memetakan yang dianggap lawan politik, mana yang bisa diajak kompromi dan mana yang harus digempur dan di habisi.

Kondisi saat ada tiga kemungkinan yang akan terjadi : pertama; penguasa mau berdamai hasil pilpres kembalikan pada koridor kejujuran, keadilan dan di musnahkan segala bentuk manipulatif yang menjijikan.

Kedua ; pertengkaran terus berlanjut dan sangat mungkin akan terjadi pecahnya NKRI bahwa secara terbuka terjadinya perang saudara. Ketiga; perlawanan rakyat tersudut dan harus terus melakukan perlawanan dan manuver yang tersembunyi ( perang gerilya ).

“Alam telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup membela diri takkan di bela”.

( Rapl Woldo Emerson 1803 – 1882 ). UI.

(Zs/NRS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini