spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Partai Berkarya Pecah, Pilkada dan SK Yasonna

KNews.id- Pengamat politik menuding ada dugaan intervensi pemerintah hadir dalam konflik internal Partai Berkarya. Hal itu diduga terkait dengan kepentingan pencalonan di Pilkada 2020. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun didorong untuk mencabut Surat Keputusan (SK) agar sejalan dengan perundangan.

Partai Berkarya yang didirikan oleh Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto diketahui tengah mengalami konflik kepengurusan. Mulanya, Presidium Penyelamat Partai Berkarya mewacanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hal itu dilakukan karena kecewa dengan prestasi pengurus lama yang gagal membuat Berkarya menembus DPR periode 2019-2024.

- Advertisement -

Pada Pemilu 2019, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, Partai Berkarya mendapat 2.929.495 suara atau 2,09 persen, di bawah ambang batas parlemen 3,5 persen. Sebelum Munaslub digelar, Tommy sudah mengeluarkan ancaman kepada kubu ini. Pada Rabu (8/7), ia mengancam mencopot kader yang ikut serta gerakan ini.

Meski begitu, Presidium Penyelamat Partai Berkarya tetap menggelar Munaslub, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (11/7). Tommy, didampingi Sekjen Berkarya, Priyo Budi Santoso, dan beberapa petinggi partai lainnya datang ke lokasi dan membubarkan munaslub tersebut.

- Advertisement -

Namun demikian, Munaslub tetap menyelesaikan misinya mengganti kepengurusan. Muchdi Pr didaulat sebagai Ketua Umum, Badarudin Andi Picunang, kembali ke posisi Sekjen. Sementara, Tommy Soeharto tergusur dari posisi Ketum dan hanya menjadi Ketua Dewan Pembina.

Selain itu, ada pergantian nama dari Berkarya menjadi Partai Beringin Karya (Berkarya), warna dasar partai pun dari kuning menjadi putih. Tanpa jeda waktu lama, Partai Berkarya kubu Muchdi Pr mengklaim telah mengantongi SK dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait perubahan struktur kepengurusan DPP Partai Berkarya periode 2020-2025, 5 Agustus 2020. Kubu Tommy pun bersiap mengajukan gugatan tata usaha negara hingga pidana atas keberadaan SK itu.

- Advertisement -

Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menduga ada intervensi pemerintah dalam perpecahan di Partai Berkarya. Indikasinya, pertama, SK Menkumham ini terbit tak lama setelah partai berkonflik.

“Dalam UU, Menkumham seharusnya tidak boleh membuat SK saat partai berkonflik. Ini kelihatan terburu-buru, kelihatan rezim ini, Menkumham ini memanfaatkan kisruh internal,” tuturnya, Jumat (7/8).

“Harusnya Menkumham biarkan dulu proses urusan internal selesai,” lanjutnya.

Berdasarkan pasal 24 UU Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri hingga perselisihan terselesaikan. Perselisihan terjadi saat kepengurusan partai ditolak oleh minimal dua pertiga jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan parpol itu.

Sebelum Berkarya, Menkumham Yasonna Laoly sendiri punya riwayat dua kasus penerbitan SK kepengurusan partai berkonflik, yakni Partai Golkar dan PPP.  Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang menegaskan tidak ada tangan gaib kekuasaan di balik terbitnya Surat Keputusan (SK) terkait perubahan struktur kepengurusan DPP Partai Berkarya periode 2020-2025.

SK tersebut diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Badar, SK tersebut terbit karena Berkarya di bawah Ketua Umum Muchdi PR melampirkan seluruh dokumen persyaratan yang diwajibkan.

“Kami melengkapi itu misalnya anggaran dasar perubahan yang dinotariskan, susunan pengurus yang dinotariskan, kemudian anggota absen yang hadir sesuai dengan permintaan 2/3 dari yang meminta Munaslub, kemudian yang hadir 50+1 yang meminta itu hadir semua,” kata Badar pekan ini.

Faktor Muchdi

Indikasi kedua, kata Ubedillah, ada sosok Muchdi Pr di jajaran kepengurusan Berkarya hasil Munaslub. Ia menyebut tokoh ini punya rekam jejak kader “kutu loncat”. Diketahui, Muchdi sebelumnya menjadi kader Partai Gerindra dan menjabat Wakil Ketua Umum. Ia kemudian pindah ke PPP. Masa-masa dia di Partai Kakbah, perpecahan kepengurusan terjadi, yang kemudian menghasilkan dukungan PPP bagi Prabowo Subianto di Pilpres 2014.

Pada 2016, Muchdi loncat ke Partai Berkarya. Saat kepengurusan Tommy Soeharto mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019, Muchdi malah mendeklarasikan dukungan untuk pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

“Meski [loncat partai] itu hak, politik kan mengkonstuksi citra. Langkah Muchdi [di Berkarya] ini sedang menyempurnakan image negatifnya,” ucap Ubed.

Walaupun bukan parpol besar, Ubedillah menduga campur tangan kekuasaan dalam konflik internal partai ini terkait dukungan-dukungan calon kepala daerah. Menurutnya, Partai Berkarya, dengan suara 2,09 persen di Pileg 2019, tetap mampu meloloskan ratusan wakilnya di DPRD di sejumlah daerah. Hal ini berdampak signifikan terhadap proses pencalonan di daerah.

“Memang kecil tapi di DPRD di daerah banyak. Mungkin ratusan,” kata Ubed.

“Di daerah punya kursi, kabupaten, provinsi. Kursinya lumayan, bisa negosiasi untuk pilakda. SK Menkumham ini membuat [proses pencalonan di] pilkada terganggu,” urainya.

Pepesan Kosong

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai perpecahan internal partai kecil ini janggal di mata publik. Sebab, dua pihak yang berkonflik seperti memperebutkan hal yang tak signifikan.

“Keanehan ini tentu membentuk persepsi publik bahwa konflik yang terjadi ini jangan-jangan ibarat memperebutkan ‘pepesan kosong’,” kata dia.

Peneliti dari The Habibie Center, Bawono Kumoro memprediksi konflik ini akan semakin memperburuk raihan suara dan citra Berkarya. Pasalnya, partai ini sudah lekat dengan citra Tommy Soeharto yang banyak kasus.

“Nah Berkarya yang pemilu kemarin saja enggak berhasil [menembus] ambang batas [parlemen], sekarang pecah pula. Kalau [tidak] cepat recovery jangan-jangan malah lebih tragis,” kata dia.

Untuk menyelesaikan konflik ini, Ubed mendorong Yasonna untuk menunda SK kepengurusan tersebut. Jika tidak, ia berharap ada proses hukum yang adil terkait gugatan terhadap SK itu.

“Cara terbaik harusnya Menkumham menunda SK-nya,” kata dia. (FHD&Ikh)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini