spot_img
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Operasi Terhadap Sisa-sisa Kekuatan PKI: Operasi Penangkapan Para Tokoh PKI (1)

KNews.id- Untuk menghancurkan kegiatan PKI sesudah gagalnya kudeta G30S/PKI, ABRI melakukan operasi-operasi intelijen yang ditujukan terutama kepada para tokoh PKI yang menjadi otak dari gerakan PKI untuk mengembalikan kekuatannya. Pengejaran terhadap tokoh nomor satu PKI D.N. Aidit dengan operasi intelijen membuahkan hasil dengan ditangkapnya Ketua CC PKI tersebut di Solo pada tanggal 23 November 1965. Brigjen Supardjo ditangkap pada tanggal 12 Januari 1967 di Jakarta. Demikian juga tokoh -tokoh PKI lainnya yang umumnya ditangkap melalui operasi intelijen.

  1. Penangkapan Ketua CC PKI D.N. Aidit

Ketua CC PKI D.N. Aidit merasa usaha kudetanya di Jakarta menemui kegagalan, segera menyingkir ke Jawa Tengah tanggal 2 Oktober 1965 dinihari dengan menggunakan pesawat udara. Di Jawa Tengah orang-orang kepercayaannya sudah menunggu untuk menyelamatkan dirinya. Tanpa diketahui oleh PKI, seorang intelijen bernama Sriharto alias Liem Han Koen menyusup memasuki lingkungan orang-orang PKI yang akan melindungi D.N. Aidit. Dengan demikian kedatangan D.N. Aidit ke Jawa Tengah telah diketahuinya. Selanjutnya Sriharto melaporkan sekaligus membuka identitas dirinya selaku anggota Direktorat Khusus Staf Angkatan Bersenjata/Kompartemen Pertahanan Keamanan untuk daerah “Jaringan Operasi (Jarop) Lebah” Surakarta (yang meliputi wilayah Surakarta, Yogyakarta, Magelang, dan Cilacap) kepada Kolonel Yasir Hadibroto selaku Komandan Pelaksana Kuasa Perang (Dan Pekuper) di Lojigandrung-Solo, bahwa ia telah menyusup ke dalam tubuh PKI. Ia mendapat kepercayaan dari PKI untuk menyelamatkan Ketua CC PKI D.N. Aidit. Sriharto disusupkan ke dalam tubuh PKI melalui SBIM (Serikat Buruh Mesin dan Metal) di Purwosari.

- Advertisement -

Organisasi ini berada di bawah naungan SOBSI, selain anggota SBIM Sriharto pun menjadi Wakil Ketua Partai Indonesia (Partindo) cabang Karanganyar yang mengantarkan dirinya menjadi anggota legislatif (DPR-GR). Dengan demikian penetrasi ke dalam tubuh PKI berjalan mulus, sehingga Sriharto menjadi orang penting dalam tubuh PKI sejak tahun 1963, sesuai dengan sasaran yang dituju.

1) Rencana Operasi Penangkapan

- Advertisement -

Setelah mempelajari laporan dan rencana penangkapan, Kolonel Yasir Hadibroto yang didampingi oleh Kasi I Pekuper Kapten Hartono, disetujui suatu rencana operasi penangkapan. Dalam rencana operasi tersebut pengawal-pengawal Aidit sepenuhnya harus percaya bahwa ketuanya aman di tangan Sriharto, sehingga tiba saatnya penangkapan, kemungkinan terjadinya kegagalan dapat dieleminir sekecil mungkin. Karena sasaran yang dituju bukan hanya Aidit tetapi juga pengawal­-pengawalnya dan orang-orang yang melindungi Aidit serta mengorek sebanyak mungkin informasi yang diperlukan dari Aidit.

Untuk suksesnya operasi dibuat skenario yang memanfaatkan kondisi yang ada waktu itu dengan cara membuat kepanikan-­kepanikan Aidit dari bahaya yang mengancam keselamataanya. Skenario sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga dengan “jasa” Sriharto, tokoh tersebut akan selalu dapat “terhindar” dari penangkapan, dan selanjutnya Aidit akan makin percaya dan pasrah. Untuk dapat terlaksana seperti yang diharapkan, Sriharto bersikap seperti orang yang serba tahu soal-soal operasi yang akan dilakukan oleh militer.

- Advertisement -

2) Jalannya Operasi Penangkapan

Setelah menyusun rencana operasi penangkapan D.N. Aidit di Markas Brigif 4 Lojigandrung, Sriharto mulai melaksanakan tugas tersebut tanggal 12 Nopember 1965 sore. Ia menemui Siswadi di rumahnya. Siswadi anggota Biro Khusus PKI yang juga pengurus Baperki yang menangani bidang kesenian. Siswadi inilah yang meminta Sriharto untuk melaksanakan “Tugas berat tapi mulia” yaitu menyelamatkan Ketua CC PKI D.N. Aidit, selanjutnya Sriharto diperkenalkan dengan Sudarmo seorang pengawal Aidit. Pada saat itu Sudarmo memberikan rincian tentang pemindahan Ketua CC PKI tersebut, sehubungan dengan keadaannya yang tidak mungkin lagi diam di tempat persembunyiannya. Sudarmo memerintahkan apabila tempat baru sudah siap supaya menghubungi kembali Siswadi. Selanjutnya Sudarmo memberikan surat kepada Sriharto sebagai tanda untuk mengambil Aidit dari tempat persembunyiannya. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut: “Supaya radio yang diperbaiki disini dapat diserahkan kepada pembawa surat ini”. Demikian pertemuan dengan Siswadi dan Sudarmo, sebelum Sriharto melapor kepada Kolonel Yasir Hadibroto.

Selanjutnya pada pertemuan tanggal 12 Nopember 1965 sore hari di rumah Siswadi, Sriharto berusaha menarik kepercayaannya. Sriharto menyatakan bahwa Siswadi sudah termasuk dalam daftar serta target penangkapan, karena Pekuper sudah menemukan daftar pengurus Baperki Surakarta. Begitu mendengar bahwa dirinya akan ditangkap, Siswadi menjadi panik karena persoalannya akan meluas juga kepada keselamatan Ketua CC PKI. Dalam suasana demikian, Sriharto memberikan jalan keluar. Untuk sementara agar Siswadi menyingkir dahulu, karena sifat dari operasi itu hanya seketika dan sekali itu saja. Mengenai operasi pelaksanaannya pun Sriharto sudah mengetahui secara keseluruhan. Setelah memberikan jalan keluar pada sore hari itu juga Siswadi di bawa ke suatu tempat di sekitar Palur dengan menggunakan sepeda motor.

Sesuai dengan rencana, maka pada tanggal 12 Nopember 1965 malam, di kampung Kerten dilaksanakan Operasi oleh ABRI dengan dalih untuk menangkap Siswadi. Pelaksanaan operasi dipimpin oleh Kapten Hardijo dari Brigif 4. Pada pukul 24.00 Tim Operasi menggeledah dan memasuki rumah-rumah penduduk, setelah esok harinya Sriharto menjemput kembali Siswadi, dan menyatakan bahwa situasi telah aman bagi dirinya. Selanjutnya ia menuruti apa saja yang disarankannya, terlebih lagi ia menjadi yakin apabila Aidit di tangannya akan aman.

Pada tanggal 14 Nopember 1965, Siswadi dan Sudarmo bertemu dengan Sriharto di rumahnya, untuk membicarakan pemindahan Aidit dari tempatnya, karena sudah terlalu lama tinggal di tempat tersebut. Baru ketika itulah Sudarmo memberitahukan tempat persembunyian Aidit yaitu kampung Sambeng di rumah kontrakan Hardjomartono alias Kasim seorang anggota SBKA. Setelah menganalisa dan mengevaluasi berbagai kemungkinan serta yang menyangkut internal dan eksternal security dicapai kata sepakat di antara mereka bertiga bahwa keesokan harinya tanggal 15 Nopember 1965 pukul 10.00 akan dilaksanakan penjemputan serta pemindahan Aidit dari kampung Sambeng ke Kerten di rumah Sriharto.

Mengingat tindakan mereka juga menggunakan taktik pendadakan, maka Sriharto segera melaporkan secepatnya perkembangan tersebut kepada Kolonel Yasir Hadibroto di Lojigandrung. Untuk meyakinkan atas kebenaran semua rencana dari pihak Aidit, maka Sriharto meminta agar diadakan tailing (mengawasi, mengikuti dan melaporkan setiap gerakan mereka) oleh pihak Intel Brigif 4, maksudnya untuk mengetahui secara pasti tentang diri Aidit dan hubungannya dengan eksternal security. Kemudian Kolonel Yasir Hadibroto memerintahkan Letda Ning Prajitno untuk mengawasi secara terus-menerus lokasi Aidit berada. Hal ini dilakukan untuk mencegah Aidit meninggalkan tempat persembunyiannya secara tiba-tiba.

Sesuai dengan rencana, datanglah Sudarmo ke rumah Sriharto pada pukul 09.00 pagi tanggal 15 Nopember 1965. Dengan memakai jaket dengan badge GPTP (Gabungan Pejuang Tentara Pelajar), Sriharto berangkat membonceng Sudarmo yang berseragam dril, berkacamata hitam serta berpeci hitam sehingga sulit dikenali, perjalanan hanya 10 menit, mereka tiba di rumah Hardjomartono.

Sudarmo langsung masuk ke dalam rumah, sedangkan Sriharto ditemani Harjomartono alias Kasim di ruang depan. Karena sudah ada kontak, pembicaraan langsung membicarakan soal radio yang sedang diperbaiki, dimana Sriharto langsung dapat menanggapinya sehubungan telah diberi “Bon” pengambilan radio. Di dalam rumah ternyata ada adegan tukar-menukar pakaian. Pakaian Sudarmo dipakai oleh Aidit. Begitu Aidit keluar langsung memberi kode kepada Sriharto dengan cara mengangguk. Pergantian pakaian tersebut merupakan suatu upaya untuk mengelabui, bahwa orang yang datang dan pergi dari rumah tersebut adalah orang yang sama, dengan skuter melalui route jalan besar Sambeng-Gondang- Manahan dan terakhir di Kerten rumah Sriharto, mereka sampai dengan selamat.

Kembali kepada rencana yang sudah dibuat, setelah Aidit meninggalkan kampung Sambeng pada tanggal 15 Nopember 1965 di kampung itu dilakukan operasi umum oleh Brigif 4 di bawah pimpinan Kapten Hardijo dengan dalih untuk mencari senjata. Padahal tujuan pokoknya adalah untuk mengetahui situasi di dalam rumah Hardjomartono, sambil membuat sket di mana Aidit bersembunyi, karena di dapat informasi Aidit akan dibawa kembali ke tempat semula. Kapten Hardijo telah ditunjuk untuk memimpin operasi penangkapan.

Pada tanggal 16 Nopember 1965 esok paginya, kira kira jam 09.00, Hardjomartono datang ke rumah Sriharto di Kerten dengan becak. Ia melaporkan kepada Aidit tentang adanya aksi penggerebegan pada malam harinya di Sambeng. Ternyata kejadian tersebut tidak dicurigai oleh pihak Aidit. Pada tanggal 17 Nopember 1965 Hardjomartono datang kembali ke rumah Sriharto dengan mengantar seorang kurir dari Jakarta, yang mengaku anggota Cakrabirawa yang melaporkan hasil-hasil pertemuan di Jakarta kepada D.N. Aidit. Orang tersebut selain melaporkan situasi juga menyerahkan revolver Colt 38 kepada Aidit. Selanjutnya revolver tersebut diserahkan kepada Sriharto dengan ucapan “Pakailah perlengkapan ini baik-baik selama Bung mengawal saya!”.

Sesuai dengan tugas yang diemban oleh Sriharto untuk menangkap Aidit, maka sernua pembicaraan dan kejadian diingat secara baik untuk disusun sebagai laporan. Semua laporan disampaikan kepada Kolonel Yasir Hadibroto. Selama Aidit di rumah Sriharto anggota Intel Brigif 4 yang dipimpin oleh Letda Ning Prajitno secara ketat mengawasi lokasi itu yang bertujuan :

  1. a) Untuk mengetahui hal hal yang tidak diketahui oleh Sriharto yang berada di dalam rumah.
  2. b) Kemungkinan terjadinya perubahan situasi secara mendadak.

Pada tanggal 20 Nopember 1965 setelah lima hari lima malam Ketua CC PKI D.N. Aidit berada di rumah Sriharto, pihak kita telah beberapa kali dihubungi oleh pihak- pihak tertentu. Selanjutnya Sriharto menyusun lagi rencana yang sudah disepakati, bahwa di daerah Kerten di mana lokasi tempat Aidit tinggal akan diadakan penggeledahan. Sriharto memberikan saran supaya Aidit pindah dan kembali ke tempat semula di Sambeng. Alasannya adalah dari pada mencari lokasi baru yang belum tentu aman. Apalagi tempat tersebut telah digeledah oleh pihak pemerintah, sehingga tidak akan ada dua kali diperiksa. Saran Sriharto diterima oleh Aidit. Pemindahaan dilaksanakan tanggal 20 Nopember 1965 pukul 14.30

Sesuai dengan kesepakatan pada tanggal 20 Nopember 1965 kira-kira pukul 13.00, Sudarmo berangkat terlebih dahulu dengan becak dari rumah Sriharto dengan menggunakan pakaian Aidit (celana wool dan kemeja tetoron abu-abu tua) menuju kampung Sambeng dengan tujuan untuk melakukan evaluasi terhadap kemungkinan arnan atau tidaknya kampung tersebut. Setelah dinyatakan aman tepat pukul 14.30 berangkatlah Sriharto dengan sekuter membonceng Aidit yang mengenakan pakaian drill milik Sudarmo, berkaca mata hitam dan berpeci menuju rumah Hardjomartono alias Kasim di kampung Sambeng. Untuk penyamaran terhadap orang-orang di sekitar rumah itu, pada saat Sriharto pulang kembali, Sudarmo yang ganti dibonceng dengan pakaian sendiri yaitu drill warna khaki, berkaca mata hitam dan berpeci.

Setelah memindahkan Aidit, Sudarmo minta diantar ke rumah Mayor Kaderi (Dan Yon K) diJalan Slamet Riyadi untuk bersembunyi. Setelah itu Sriharto menjemput Siswadi untuk disembunyikan di rumah Mayor Kaderi.

3) Penentuan waktu dan hari penangkapan Aidit

Setelah melalui tahapan-tahapan pendahuluan sampai dengan pemindahaan kembali D.N. Aidit ke persembunyian semula, tibalah saatnya untuk melakukan penangkapan terhadap D.N. Aidit sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Tanggal 23 Nopember 1965 hari Senin pukul 03.00 adalah merupakan hari H dan jam D-nya. Komandan operasi penangkapan adalah Kapten Hardijo dari Brigif 4.

Pelaksanaan operasi dimajukan satu hari menjadi hari Minggu pukul 20.00. Dalam penggerebegan di rumah Hardjomartono alias Kasim, ternyata Aidit tidak ditemukan sekalipun seluruh rumah diobrak-abrik. Akan tetapi bagi Letda Ning Prajitno beserta beberapa anggotanya yakin bahwa D.N. Aidit belum meninggalkan temp at tersebut, karena mereka secara terus­menerus mengawasi tempat Aidit berada.

Sehubungan dengan tidak tepatnya rencana semula, maka langkah yang lain secara mendadak dilakukan, yaitu menangkap Sudarmo dan Siswadi yang berada di rumah Mayor Kaderi, untuk mengorek keterangan lebih jauh tentang D.N. Aidit. Sriharto yang berperan sebagai kawan mereka diborgol seolah-olah tertangkap. Ia dibawa ke rumah Mayor Kaderi untuk menangkap Siswadi dan Sudarmo. Namun usaha penangkapan terhadap kedua orang itu tidak berhasil, yang tertangkap hanya Sudarmo, sedangkan Siswadi lolos.

Sriharto memberitahukan kepada tim ketika tiba di Lojigandrung, bahwa di kamar Sudarmo ada koper yang berisi uang penuh dengan lembaran ribuan serta dokumen-dokumen penting milik Aidit. Oleh karena itu pasukan kembali lagi kesana ternyata unag dan dokumen sudah tidak ada lagi. Dalam penggeledahan Siswadi dapat ditemukan sedang bersembunyi di kolong tempat tidur yang ditutupi sprei. Keduanya lalu diinterogasi untuk mengetahui di mana Aidit disembunyikan.

Setelah kegagalan operasi pertama, maka pasukan yang dipimpin Kapten Hardijo ditarik ke posnya kembali. Namun regu pengintai yang dipimpin oleh Letda Ning Prajitno masih berada di sekitar itu. Oleh karena selama pengepungan tidak ada orang yang lolos dari pengamatannya, maka Letda Ning Prajitno masuk ke rumah Hardjomartono alias Kasim sekitar pukul 02.00 untuk memaksa Hardjomartono agar menunjukkan dimana sebetulnya Aidit bersembunyi. Setelah dipaksa dengan kekerasan ia menunjukkan tempat persembunyian Aidit yaitu di sebuah senthong yang di tutupi lemari. Ketika lemari di geser oleh Letda Ning Prajitno beserta Sertu Idit Sukardi, terlihatlah Aidit di belakangnya. Selanjutnya Aidit di tangkap dan diikat tangannya untuk dibawa ke Markas Brigif 4 di Lojigandrung.

Dengan tertangkapnya Ketua CC PKI D.N. Aidit, maka berakhir pula rencana PKI untuk menjadikan Solo sebagai basis perjuangan merebut kekuasaan. Perjalanan panjang dan sulit untuk menangkap Aidit tersebut karena pada saat itu sulit membedakan kawan dan lawan. Kegagalan penangkapan yang pertama adalah adanya unsur-unsur komunis di pihak kita. (Bersambung) (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini