Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik).
KNews id – Jakarta, Setelah saya tonton 3 buah film video wawancara dari Mayjend (Purn) eks Kas Kostrad di era Habibie, nampak konsistensi sang jendral dalam melaksanakan tugasnya sejak menjadi Perwira lulusan Akmil (1971), beliau juga bertitel S I.P dan M.Si. hingga saat ini biografi perwira tinggi TNI AD ini yang 30 Tahun melulu sarat pengabdian kepada tanah air bangsa dan negara. Dan kepribadiannya yang luhur namun pastinya keras sebagai sosok tentara, beliau memiliki naluri yang khas senang membantu sahabat-sahabatnya.
Beliau sosok sahabat yang selalu teguh menyampaikan tentang ‘sejarah yang benar perihal peristiwa tahun 1998’, sejak masa transisi dari orde baru ke orde reformasi versus hasutan pembusukan propoganda politik dari para propokator yang dengan berbagai framing cerita “pepesan kosong sejarah tahun 1998” terkait sahabat spesialnya hingga saat ini (2025), walau Sang Sahabat telah menjadi seorang Presiden RI ke-8. Dan dalam catatan dan pendapat penulis, realitas kondisi sektoral kehidupan ekonomi, politik, hukum dan budaya negara ini pada era orde reformasi khususnya pada masa kepemimpinan Jokowi, tidak lebih baik dari orde baru, bahkan cenderung lebih “keblangsak”.
Selanjutnya, sang jendral tercatat dalam kiprahnya sebagai militer memang hobi “membantu kawan daripada dibantu”, kecuali mendapatkan posisi jabatan di dinas ketentaraan, hanya semata dikarenakan jenjang karier dan oleh sebab prestasinya yang tercatat cukup gemilang.
Perjuanganya tidak hanya didalam negeri (Timtim) pada operasi seroja dan saat konflik Papua, juga sampai ke Fhilipina (Moro), beliau tokoh yang membebaskan 18 WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf pejuang Moro (Fhlipina Selatan).
Ternyata dibalik kesuksesannya dalam dunia militer, banyak publik yang kurang mendapat informasi bahwa beliau juga piawai dalam memberikan siraman rohani (khatib ) selain berstatus dosen.
Dan Sang Mayor Jendral sampai saat ini tidak ada kedengaran oleh para sahabatnya sesama rekan-rekan aktivis, *beliau tidak pernah merengek* meminta jabatan apapun dari sahabat spesialnya Jendral TNI AD Prabowo Subianto Sang Presiden RI. Namun nalurinya tetap seperti karakteristiknya yang asli, yakni serasa lebih happy membantu daripada dibantu, dan ternyata “sikap radikal” membantu kawan tetap belanjut hingga saat ini, yaitu “siap membantu apa saja yang dibutuhkan Presiden RI ke 8 secara sukarela sesuai kesanggupannya”.
Patut disimpulkan, “Beliau memang sosok pejuang yang tidak sekedar omon-omon dan terpenting tidak suka menjilat”.
(FHD/NRS)