spot_img

Pemerintahan Presiden Prabowo Gabungan Pemikiran Soemitro, Dinilai Bisa Jadi Pendekatan Ekonomi Indonesia ke Depan

KNews.id – Jakarta Dunia tengah menghadapi ketidakpastian geopolitik dan potensi krisis ekonomi global. Dalam situasi tersebut, Indonesia dinilai perlu merumuskan pendekatan ekonomi yang berakar pada kekuatan dalam negeri.

Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID), Nazar El Mahfudzi, memandang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki potensi untuk mengembangkan arah politik-ekonomi nasional berbasis warisan pemikiran Soemitro Djojohadikusumo.

- Advertisement -

Terlebih, kehadiran Hasyim Djojohadikusumo sebagai utusan presiden dinilai memperkuat posisi ini.

Ia menyebut pendekatan ini sebagai Djojohadikusumonomics—sebuah gagasan yang menggabungkan pemikiran Soemitro dengan praksis ekonomi-politik Prabowo dan Hasyim. Menurut Nazar, konsep Djojohadikusumonomics berpotensi selaras dengan prinsip keadilan sosial dalam Islam, yang relevan bagi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

- Advertisement -

“Jika kita memahami Djojohadikusumonomics bukan semata strategi teknokratis, tetapi sebagai visi untuk membangun kedaulatan ekonomi nasional yang berbasis sumber daya dan peran negara, maka secara prinsip, hal ini tidak bertentangan dengan Islam,” ujar Nazar dalam keterangannya, Sabtu (7/6/2025).

Menurutnya, pendekatan tersebut dapat dipadukan dengan prinsip keadilan sosial dalam Islam yang menekankan distribusi kekayaan dan perlindungan terhadap kelompok rentan.

Momentum Bagi Indonesia

“Islam tidak menolak kepemilikan pribadi (sebagaimana dalam borjuisme nasionalis), namun menolak akumulasi kapital tanpa distribusi. Dalam konteks ini, Islam berdekatan dengan kerakyatan revolusioner dalam hal keberpihakan kepada mustadh’afin (yang dilemahkan),” jelasnya.

Nazar juga menilai bahwa krisis global saat ini justru menjadi momentum bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memperkuat peran negara dalam menjamin akses rakyat terhadap sumber daya vital seperti air, pangan, dan energi, yang kini kian rentan dikuasai oligarki global.

“Islam menerima negara sebagai aktor ekonomi selama tidak membiarkan pasar menjadi alat penindasan, menjamin akses rakyat terhadap sumber daya pokok, dan mendorong keadilan sosial sebagai prinsip tata kelola,” ungkap dia.

- Advertisement -

Bukan Elitis Semata

Ia menegaskan, Djojohadikusumonomics harus memiliki dimensi etis agar tak menjadi proyek elitis semata, melainkan mampu menjawab kepentingan rakyat.

“Islam menolak kapitalisme predator maupun sosialisme totalitarian. Islam menawarkan etika distribusi dan partisipasi, di mana kekuasaan, kekayaan, dan pengetahuan harus dikelola dalam bingkai kebajikan kolektif (maslahah ‘ammah),” ujar Nazar.

“Jika Djojohadikusumonomics mampu menjembatani kepentingan nasionalis borjuis dan kerakyatan revolusioner dalam kerangka keadilan sosial, maka ia punya ruang legitimasi dalam Islam — bukan sebagai ideologi sempurna, tetapi sebagai ikhtiar politik kebangsaan yang beretika,” pungkasnya.

(FHD/NRS)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini