spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Memahami UU ITE

Oleh: Neraca.co.id

 KNews.id- Pernyataan Presiden Jokowi soal membuka ruang revisi UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) hendaknya jangan sekadar berhenti di retorika semata. Karena publik perlu memahami bahwa pernyataan yang strategis itu sudah disampaikan secara terbuka, pada hakikatnya tak bisa ditarik lagi. Mengapa?

- Advertisement -

Komunikasi yang sudah terbuka tersebut menunjukkan komitmen Kepala Negara, dimana membutuhkan ruang dialog yang intens dengan warga sipil. Menelaah secara komprehensif masukan-masukan masyarakat serta punya niat politik untuk mengartikulasikan kehendak publik tersebut dalam perbaikan substansi UU ITE ini.

Ini untuk menunjukkan komitmen politik, sinyal dari Presiden tersebut harus diterjemahkan jajaran di bawahnya, misalnya, orang-orang di lingkar istana, kementerian terkait, serta jejaring komunikasi oleh tim dengan kekuatan nyata di DPR dan kekuatan masyarakat sipil.

- Advertisement -

Patut disadari bahwa Menko Bidang Polhukam Mahfud MD sudah membentuk tim kajian UU ITE. Ada dua tim yang dibentuk dan bekerja mulai Senin (22/2/21). Tim pertama, yang dipimpin Kementerian Komunikasi dan Informatika, akan menyusun panduan implementasi dari pasal-pasal yang selama ini dianggap pasal karet dalam UU ITE. Tim kedua akan membahas rencana revisi UU ITE. Tim ini akan menampung pandangan, masukan masyarakat yang mendesak.

Hal ini sangat penting mengingat sampai sekarang UU ITE masih memicu polemik karena masih terdapat sejumlah pasal yang dianggap karet dengan interpretasi yang sangat elastis, selain juga dianggap diskriminatif dan membahayakan demokrasi. Dalam perjalanannya, kedua tim tersebut berpotensi punya masalah ego sektoral karena orientasi hasil keluaran (output) yang berbeda. Satu tim sekadar tambal sulam mencari format penyusunan panduan pelaksanaan, satunya lagi pada rencana revisi.

- Advertisement -

Karena itu, koordinasi tentang hal ini sejak awal harus jelas, apakah pemerintah memprioritaskan komitmen merevisi atau sekadar pengumuman saja. Karena mengintensifkan komunikasi harus ada komitmen pemerintah untuk mengintensifkan komunikasi dengan kekuatan nyata di DPR dalam pembahasan revisi UU ITE ini. Jangan saling melempar bola, inisiatif harus dimulai dari siapa. Sebab, saat ini ada kesan DPR menyerahkan ke pemerintah, sementara pemerintah menganggap itu menjadi kewenangan DPR.

Padahal sesungguhnya pemerintah bisa secepat mungkin menampung berbagai masukan dari para pegiat, aktivis, akademisi, media, dan warga terdampak. Berbagai masukan dan petimbangan bisa menjadi naskah akademik yang dimasukkan secara formal ke DPR. Jika pemerintah serius, kedua tim yang dibentuk harus memanfaatkan momentum untuk memasukkan revisi UU ITE ini ke DPR, sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Jika melihat peta kekuatan di DPR saat ini, sesungguhnya pemerintah punya peluang sangat besar untuk mendapatkan persetujuan DPR karena adanya tendensi mayoritas dari partai pendukung pemerintah. Artinya, praktik koalisi besar parpol pendukung pemerintah di DPR memungkinkan untuk meloloskan apa pun yang dikehendaki agar menjadi UU. Benar bahwa keputusan mengesahkan UU, jika tak disetujui secara aklamasi, pada akhirnya akan ditentukan suara mayoritas dari pemilik kursi DPR.

Jadi, seandainya revisi UU ITE ini benar-benar menjadi prioritas pemerintahan Jokowi, maka di atas kertas harusnya tak sulit untuk mewujudkannya. Tentu, selain berkomunikasi dengan DPR, pemerintah harus memanfaatkan momentum dukungan dari warga masyarakat untuk merevisi UU ITE ini. Semoga. (Ade/ner)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini