KNews.id – Jakarta, Kampung Magis, 8 November 2025 – Masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa, bagian dari Suku Besar Tehit di Sorong Selatan, Papua Barat Daya, menggelar ritual adat sakral di Hutan Adat Misyarmase, Kampung Magis, Distrik Teminabuan. Ritual ini merupakan bentuk protes tegas terhadap Negara yang dinilai telah membatasi ruang hidup dan mengabaikan hak-hak adat mereka atas hutan.
Dengan mengenakan busana adat khas Sub Suku Na-Sfa, warga dari Kampung Magis dan Kampung Wehali melakukan upacara yang secara turun temurun menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Hutan primer adalah sumber kehidupan bagi masyarakat adat ini, tempat mereka berburu, meramu, dan berkebun secara tradisional selama bertahun-tahun, diwariskan dari generasi ke generasi.
Tokoh Adat, Bapak Kristian Sesa, mengungkapkan kekecewaannya terhadap intervensi negara. Ia menceritakan insiden di tahun 2023: “Saya bikin kebun, lalu ada Polisi datang dengan mobil patroli mereka bilang ada kebakaran di hutan, lalu saya jawab bilang tidak ada kebakaran ini hanya api dari saya punya kebun. Lalu polisi datang ambil gambar foto dan mereka pulang. Saya bilang ini adalah hutan adat saya, bukan pemerintah punya hutan, kapan dia (Negara) berkompromi dengan saya?”
Permasalahan semakin diperparah dengan status kawasan hutan yang ditetapkan oleh Negara. Kaka Abner Bleskadit, Ketua Pemuda Adat Sub Suku Sfa, menjelaskan dampak langsungnya: “Wilayah adat kami yang meliputi hutan sampai kampung sudah masuk dalam status kawasan hutan Negara, sehingga kami mau buat sertifikat untuk pelayanan publik seperti Gereja dan Sekolah tidak bisa.”
Melalui ritual dan pernyataan ini, Masyarakat Adat Sub Suku Na-Sfa berharap agar Negara tidak lagi mengabaikan hak-hak adat mereka dan segera mengembalikan penguasaan serta pengelolaan hutan adat kepada mereka. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan atas wilayah adat yang telah menjadi bagian integral dari identitas dan keberlangsungan hidup mereka.
Pembatasan ruang hidup masyarakat adat nasfa tidak terlepas dari status hutan konservasi yang mengabaikan bahkan tidak melibatkan masyarakat pemilik hutan adat dalam menetapkan status hutan.
Tuntutan masyarakat adat Nasfa kembalikan hutan adat mereka sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dari negara.
Catatan Editor:
* Na: Sebutan dalam bahasa Suku Tehit yang artinya Orang atau sekelompok orang (komunitas adat).
* Sfa: Sebutan dalam bahasa Suku Tehit yang ditujukan untuk dataran tinggi (kawasan gunung).
* Na-Sfa: Memiliki makna Orang yang berasal dari Gunung (dataran tinggi di Sorong Selatan).
Kontak Person:
– Abner Bleskadit : 081248728523
– Alexander Sesa : 081253197714
(FHD/NRS)



