spot_img
Sabtu, Mei 4, 2024
spot_img

Makna Anies Azan di Singapura

Oleh: Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)

KNews.id- Di tengah eskalasi ketegangan AS-NATO Versus Rusia-Cina, untuk pertama kalinya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan kesiapannya menjadi capres pada pilpres 2024 bila ada parpol yang mengusungnya.

- Advertisement -

Hal itu dikatakan dalam wawancara dengan kantor berita Reuters di Singapura pada 15 September, dua hari seusai menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang mengumumkan pemberhentiannya dari jabatan gubernur.

Anies melawat ke Negeri Singa dalam rangka menerima anugerah Lee Kuan Yew Exchange Fellow ke-72 dari pemerintah Singapura. Reuters adalah salah satu kantor berita terbesar di dunia, berbasis di London, Inggris. Maka adzan Anies itu diharapkan didengar seluruh dunia, termasuk pemerintah AS dan anggota NATO yang sebagian besar adalah juga anggota Uni Eropa (UE).

- Advertisement -

Terkait perang Rusia-Ukraina yang mendorong NATO pimpinan AS bahu-membahu membantu Ukraina dan sikap kian agresif Cina terhadap Taiwan maupun Laut Cina Selatan membuat AS dan NATO melihat Indonesia sebagai negara strategis di Indo-Pasifik untuk membendung ambisi Cina di kawasan itu. Di tanah air, adzan Anies itu diapresiasi empat parpol: Nasdem, PKS, Demokrat, dan PAN.

Maklum, Anies adalah salah satu aspiran capres paling populer. Wawancara dengan Reuters itu memberi kesan Anies sangat percaya diri dengan menantang pihak-pihak yang membencinya untuk menilai dia dari kinerjanya selama memimpin Jakarta, bukan dari asumsi-asumsi. Kendati sudah dapat diperkirakan sebelumnya, adzan Anies itu juga bisa memperkokoh komitmen parpol-parpol yang tertarik padanya. Juga meningkatkan mobilitas dan tekad orang-orang yang bersimpati padanya. Terkait perang Ukraina dan agresivitas Cina terhadap Taiwan, hubungan Cina-Rusia kian dekat.

- Advertisement -

Beijing tak mengutuk invasi Rusia ke tetangganya itu. Malah menyatakan memahami keprihatinan keamanan Rusia atas ambisi NATO memperluas perbatasannya hingga ke perbatasan Rusia dan menyatakan NATO sebagai provokator yang bertanggung jawab atas invasi Rusia. Beijing pun meningkatkan volume impor energi dari Rusia saat NATO berupaya melepaskan diri dari ketergantungannya pada minyak dan gas Beruang Merah itu guna melemahkan kemampuan perangnya.

Di pihak lain, Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali menegaskan dukungan Rusia atas rencana Cina terhadap Taiwan ketika Beijing mengancam akan mengamb alih negeri pulau penghasil chip terbesar di dunia itu, bila perlu dengan kekuatan. Dan beberapa waktu lalu, Cina mengirim ribuan tentara beserta alutsistanya ke Rusia untuk berpartisipasi dalam latihan perang besar-besaran di sekitar Laut Jepang dan Laut Cina Timur.

Hal itu dilakukan tak lama setelah Cina melakukan latihan perang besar di seluruh penjuru Taiwan serta memblokadenya dari laut dan udara menyusul lawatan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei awal bulan lalu. Memang AS mengakui Taiwan sebagai milik Cina, namun AS berjanji akan membantu militer Taiwan bila diserang Cina.

Persahabatan Beijing-Moskow didorong oleh kehendak mereka menciptakan tatanan dunia baru, dunia multipolar, di mana AS dan NATO tak lagi menghegemoni dunia. Cita-cita itu hanya mungkin terjadi bila Rusia menang perang di Ukraina karena akan melemahkan AS dan NATO dan membuka jalan bagi invasi Cina ke Taiwan serta memaksa negara-negara ASEAN (Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina) mengakui kedaulatan Cina atas 90 persen LCS yang kaya energi dengan dukungan Rusia.

Karena ada irisan kepentingan geopolitik dua rezim diktator itu, beberapa pekan sebelum invasi Rusia, Putin dan Presiden Cina Xi Jinping mendeklarasi kerja sama tanpa batas kedua negara. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, pada 15-16 September lalu yang menghadirkan pemimpin Rusia, Cina, India, Kazakhstan, Turki, dan Iran, Xi mengungkapkan hasrat Cina memainkan peran sebagai negara adidaya bersama Rusia.

Sementara Putin mengecam upaya menciptakan dunia yang unipolar. Sehari kemudian, parlemen UE mengeluarkan resolusi yang mengecam agresi Cina terhadap Taiwan. Resolusi itu berbunyi “tindakan provokasi Cina terhadap Taiwan harus memiliki konsekuensi bagi hubungan Cina-UE.” Dikatakan, UE dan Taiwan adalah mitra sepikiran yang berpegang pada nilai-nilai kebebasan, demokrasi, penegakan hak-hak asasi manusia, dan aturan main.

Pada 16 September lalu, Beijing menjatuhkan sanksi pada CEO perusahaan Boeng Defense dan perusahaan Raytheon atas keterlibatan mereka dalam penjualan senjata AS ke Taiwan senilai lebih dari 1 miliar dollar AS. Sanksi pada CEO Boeng DefenseTed Colbert dan bos Raytheon Technologies Corp Gregory Hayes merupakan respons Cina terhadap persetujuan Kementerian Luar Negeri AS atas penjualan senjata ke Taiwan awal bulan ini. Eskalasi perseteruan AS-NATO versus Cina-Rusia di Indo-Pasifik khususnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara paling strategis di kawasan tatakala Myanmar, Laos, dan Kamboja telah berada dalam wilayah pengaruh Rusia dan Cina.

Upaya sekutu menarik Jakarta ke pihaknya tidak berhasil. Bukan saja Jakarta ogah menjadi bagian dari perseteruan negara-negara besar karena ingin menciptakan stabilitas kawasan dan menjaga doktrin sentralitas ASEAN, Indonesia juga ingin menarik manfaat ekonomi dan politik dari kebangkitan Cina, terutama pasar Cina dan iming-iming investasi pada pembangunan infrastruktur global melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) Cina.

Menyadari ini adalah daya tarik Cina, dalam pertemuan di Madrid pada Juni silam, negara-negara demokrasi kaya G-7 sepakat menyediakan dana 300-an miliar dollar AS untuk juga membangun infrastruktur global menandingi Cina. Toh, ASEAN mengeluh bahwa mereka ditarik-tarik untuk menjauhi Cina, sementara keprihatinan ASEAN akan kepelitan Barat berinvestasi di kawasan tak digubris.

Dalam konteks Indonesia sebagai negara sangat strategis bagi geopolitik dan ideologi, pilpres 2024 menjadi penting bagi AS dan NATO karena membagi nilai bersama. Diharapkan pilpres menghasilkan “like-minded partner.” Dalam hal ini, Anies adalah mitra yang diharapkan itu. Pasalnya selama lima tahun terakhir, Anies telah membuktikan komitmennya pada nilai-nilai universal itu.

Ia juga pemimpin yang bebas korupsi, kompeten, dan populer di negara-negara demokrasi. Signifikasi Anies bertambah karena pada dirinya tergabung dua dimensi politik sekaligus: Islam dan nasionalisme. Dua nilai ini akan memperkuat Indonesia karena akan menyatukan kembali masyarakat yang terpolarisasi sekaligus menjadi jangkar untuk menjaga Indonesia tidak kian terhisap kedalam lingkungan pengaruh Cina, rezim totaliter yang belakangan ini dilirik banyak negara miskin dan berkembang.

Kokohnya Indonesia di bawah Anies pada nilai-nilai demokrasi, kebebasan, penegakan HAM dan hukum internasional di satu pihak, dan keberhasilannya memajukan bangsa serta menyejahterakan rakyatnya di pihak lain, akan memperkuat daya tarik sistem demokrasi di ASEAN maupun negara-negara Islam yang mulai tertarik pada sistem Cina yang efisien. Memang bisa dipastikan, kalau terpilih memimpin Indonesia, Anies akan menjaga hubungan baik dengan Cina demi kepentingan nasional.

Toh, Cina kini adalah pemain global. Namun, bukan tidak mungkin ia akan menilik ulang deal-deal bisnis dengan Cina bila dipandang merugikan Indonesia. Dari sisi geopolitik, mendekat ke Barat tanpa bermusuhan dengan Cina dan Rusia sangat mungkin lebih menguntungkan kelak. Pasalnya, perang Ukraina sedang menyaksikan titik balik. Beberapa hari lalu, tentara Ukraina dengan senjata canggih yang dipasok NATO berhasil secara gemilang mengusir tentara Rusia dari daerah sekitar Kharkiv yang luas.

Pada 17 September, intelijen militer AS menegaskan Putin tidak mampu meraih tujuan perang. Bisa jadi benar karena performa militer Rusia memang payah. Sebelumnya, Moskow juga gagal menaklukkan Kota Kiev. Sementara itu, kendati sudah mendekati bulan ke-8, kemajuan yang dicapai tentara Rusia di berbagai front berlangsung sangat lamban. Putin memang underestimate terhadap kemampuan perang bangsa Ukraina dan salah membaca determinasi NATO.

Akibatnya, bukan saja blitzkrieg gagal, Moskow kini terperosok semakin dalam kedalam lumpur perang. Perang berbalik arah: kekuatan Rusia menyusut, kekuatan Ukraina meningkat signifikan. Kalau prediksi saya tidak meleset, yakni Rusia akan kalah perang dan pertumbuhan ekonomi Cina melemah akibat zero-covid policy dan sedang mengalami down turn alias nyungsep karena sektor industri real estate dan perbankannya jeblok. Apalagi, mulai 2023 sebanyak 260 perusahaan besar Cina akan kena delisting oleh Wall Street karena tak mampu memenuhi standar audit AS. Maka perusahaan-perusahaan Cina itu kehilangan akses ke dana publik.

Pada saat sama, kekuatan Cina secara global akan melemah dan nyalinya akan turun berhadapan dengan isu Taiwan. Dengan demikian, ke depan NATO, UE, AS beserta sekutunya akan berjaya. Sebagai seorang sarjana ilmu politik dan ekonomi tamatan AS, pasti Anies faham tentang fenomena yang dibicarakan di atas. Dengan begitu, adzan Anies di Singapura menemukan relevansinya. Artinya, karena rezim Jokowi akan meninggalkan banyak masalah di berbagai bidang akibat hantaman covid-19, perang Ukraina, dan salah urus negara yang berakibat pada utang luar negeri yang menggunung, dukungan politik, moril, dan ekonomi NATO, AS, dan G-7 kepada Indonesia sangat instrumental. (AHM/SN)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini