KNews.id – Jakarta, Menyebarkan rilis pers pada 7 November2025.Dalam rilis Nomor:B-753/HM.160/A.7/11/2025, Chandra Muliawan menekankanbahwa uang hasil gugatan perdata Rp 200 miliar kepada Tempo akan dipakai untukmembiayai program-program Kementerian Pertanian.
Merespons rilis tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers MustafaLayong mengatakan rilis Kementerian Pertanian itu menegaskan indikasi MenteriPertanian Amran Sulaiman memang berhasrat membungkam media yang mengkritikkebijakannya.
“Dia (kuasa hukum Amran) mengatakan bahwa uang tersebut sebagai gantirugi dan akan masuk kas negara” kata Mustafa, pengacara Tempo, pada 7 November 2025.Menurut Mustafa, pernyataan Chandra itu cacat dalam banyak hal. Di rilis itu, AmranSulaiman akan memasukkan uang hasil gugatan ke kas negara, padahal tidak ada kerugiannegara yang timbul akibat poster berita Tempo.
“Kerugian negara harus dibuktikan lewataudit. Tak ada audit dari auditor negara atas berita tersebut,” ujar Mustafa.Dengan kata lain, Amran Sulaimnan memakai jabatan publiknya menggugat media yangmenjadi representasi publik. Dalam undang-undang mana pun, kata Mustafa, Amran takpunya mandat menggugat media mengatasnamakan negara, apalagi petani.
Mustafa menambahkan bahwa Undang-Undang Pers tak mengatur ganti rugi perdata. Pasal18 UU Pers hanya mengatur terkait pidana denda, maksimal Rp 500 juta atas pelanggaranPasal 5 tentang kewajiban media memuat hak jawab. “Jadi nilai gugatan Rp 200 miliar itutanpa dasar, mengada-ada, dan berlebihan,” kata Mustafa.
Dengan fakta-fakta itu, Mustafa menilai Amran Sulaiman tak punya iktikad baikmenyelesaikan sengketa pers. “Yang tampak jelas justru upaya pembungkaman terhadappers.
Itu merupakan pelanggaran konstitusi karena merusak demokrasi,” kata Mustafa.”Tempo merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, pemangku hak yang dilindungikonstitusi. Sementara Menteri Pertanian adalah lembaga negara yang mendapat mandatmemenuhi hak warga,termasuk transparansi informasi.
“Indikasi lain adanya iktikad buruk membungkam pers, menurut Mustafa, Amran lima kalimangkir dari mediasi yang diadakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Akibatketidakhadiran Amran, mediator menyatakan mediasi gagal dan mengembalikan gugatankepada hakim. “Jadi siapa yang punya iktikad buruk dalam hal ini?” tanya Mustafa.
“Merekajuga menolak tawaran hak jawab dari Tempo.”Chandra Muliawan juga menuduh Tempo tak menjalankan pernyataan penilaian danrekomendasi (PPR) Dewan Pers dengan iktikad baik. Padahal, kata Mustafa, Tempo sudahmenjalankan seluruh poin rekomendasi Dewan Pers pada 19 Juni 2025 yang buktinyamasih bisa diakses di media sosial Tempo.Selain itu, Mustafa menilai dalam rilis itu Chandra memelintir fakta dengan mengatakanbahwa Amran Sulaiman tak menggugat berita karena sudah dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Pers.
Menurut Mustafa, dalam dokumen PPR, Dewan Pers tak pernah menilai berita“Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Stok Beras Sepanjang Sejarah”.
Sebab, yang diadukanhanya poster berita tersebut dengan judul “Poles-poles Beras Busuk”.Pengadu poster tersebut adalah Wahyu Indarto, KKetua Kelompok Substansi StrategiKomunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian. Iamempermasalahkan kata “busuk” dalam judul poster tersebut.
“Dewan Persmerekomendasikan judul itu diubah dan Tempo sudah melaksanakannya denganmenggantinya menjadi ‘Main Serap Gabah Rusak’,” kata Mustafa.
Ia juga menyoal rilis Chandra yang menyebut gugatan Amran mewakili petani Indonesiayang dirugikan atas poster berita tersebut. Dalam gugatan ke pengadilan, kata Mustafa,takada bukti petani dirugikan.
Sebaliknya, dalam berita itu ada kutipan Ketua Serikat PetaniIndonesia bahwa kebijakan Bulog menyerap gabah petani anyqualitymerugikan petanidalam jangkapanjang. “Dalam dokumen gugatan, tidak ada satu pun bukti mengenaikerugian petani, selain klaim semata. Ini hanya ketersinggungan yang mengatasnamakanKementerian Pertanian,” katanya.
Berita Tempo edisi 16 Mei 2025 itu menceritakan kebijakan Bulog menyerap seluruh gabahpetani untuk mencapai cadangan beras sebagai bagian dari swasembada pangan. Denganmewajibkan petani menjual gabah kepada Bulog dengan satu harga Rp 6.500 per kilogram,petani tak punya pilihan menjual gabah kualitas bagus dengan harga lebih mahal.
Mustafa juga menunjuk temuan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat banyaknya berasrusak di gudang Bulog akibat disimpan terlalu lama karena stok melimpah. Beras rusak itu,kata Mustafa, jelas merugikan negara karena pembeliannya memakai dana APBN.
“Jadi, berita Tempo itu justru untuk melindungi petani dari kebijakan yang merugikan mereka,”kata dia.Jika pun Menteri Amran Sulaiman atau Wahyu Indarto menilai Tempo tak menjalankan PPRdengan benar, kata Mustafa, seharusnya mereka melaporkannya kepada Dewan Pers sesuaiPeraturan Dewan Pers yang menjadi aturan pelaksana UU Pers. “Bukan langsungmenggugat ke pengadilan,”kata dia.
(FHD/NRS)



