spot_img
Kamis, Maret 28, 2024
spot_img

Kritik APBN untuk Buzzer yang Mencapai Rp1,29 Triliun, RR: Propaganda Islam-Phobia terus Dijalankan!

KNews.id- Ekonom Indonesia Dr. Rizal Ramli, mengkritik anggaran belanja pemerintah untuk aktivitas digital yang disebutnya sebagai buzzeRp dan influenceRp.

Menurut Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman di era Jokowi-JK itu menyebut jika anggaran yang dikeluarkan rezim Jokowi untuk membiayai para buzzer atau influencer tersebut merupakan tindakan yang keliru. Pasalnya, keberadaan para buzzeRp atau influencer ini menurut dia malah mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

- Advertisement -

“BuzzeRp dan InfluenceRp berbayar inilah yang merusak persatuan, adu domba agama, menutupi kegagalan Tuannya & korupsi masif, melakukan pembunuhan karakter terhadap lawan-lawan politik. Nah si Tuan Pembayar bisa perankan “Good Guy” karena peran kotor (bad guys) sudah dimainkan buzzeRp,” tulisnya dengan akun twitter @RamliRizal

Cuitannya yang diunggah pada Ahad 5 September 2021 ini ditujukan untuk mengomentari unggahan akun @asboediono_id yang memaparkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan judul Tujuh Tahun Anggaran Influencer.

- Advertisement -

“Uang sebesar Rp. 1,29 Triliun dipakai untuk membiayai influencer (2014-2020) sungguh terlalu. Kegagalan mengelola kebohongan” tulis akun @asboediono_id

Melanjutkan argumennya, Rizal Ramli mengatakan bahwa propaganda Islam-phobia terlus dilanjutkan dengan tujuan berikut, yakni untuk menakut-nakuti minoritas, abangan dan nasionalis sempit sehingga mereka semakin militan untuk membela status-quo yang koruptif dan minim prestasi. Rizal Ramli juga menyebut jika mobilisasi pendanaan itu dilakukan untuk membiayai operasi Islam-phobia oleh buzzeRp dan InfluencerRp

- Advertisement -

“Negara yang mengaku Panca Sila tidak boleh ada phobia-phobia terhadap agama apapun. Tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan agama, suku dan warna kulit. Kita semua Indonesia. Stop dan hentikan phobia-phobia, yang hanya jadi sumber perpecahan! fokus lawan ketidakadlian, korupsi & otoritor” tulis Rizal Ramli menyambung argumennya.

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp. 90,45 miliar telah ddigunakan untuk belanja jasa influencer. ICW mengaku melakukan penelusuran pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dari sejumlah kementrian dan lembaga. Kata kunci dari pengumpulan data yang dilakukan pada 14 Agustus hingga 18 Agustus 2020 ini menggunakan kata kunci social media (media sosial), influencer, key opinion leader, komunikasi, dan YouTube.

Peneliti ICW Egi Primayogha menilai bahwa tren penggunaan influencer dapat membawa pemerintah untuk terbiasa mengambil jalan pintas, hal ini disampaikan Egi di Jakarta, Kamis 20 Agustus 2020. Misalnya saat sebuah kebijakan publik disusun, maka pemerintah menggunakan jasa influencer untuk menggiring opini publik, sehingga nantinya memuluskan pelaksanaan kebijakan tersebut.

“Hal ini tidak sehat dalam demokrasi sebab berpotensi menaburkan nilai substansi dari kebijakan yang tengah disusun dan kemudian berakibat pada tertutupnya ruang diskusi publik,” ucap Egi. (Ade/dnpsupd)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini