spot_img
Jumat, Oktober 24, 2025
spot_img
spot_img

KPK Sita Hasil Kebun Sawit Nurhadi Senilai Rp 1,6 Miliar, Diduga Terkait Pencucian Uang di Lingkungan MA

KNews.id – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita hasil produksi kebun sawit milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman senilai Rp 1,6 miliar. Penyitaan itu berkaitan dengan pengusutan dugaan korupsi pada tindak pidana pencucian uang di lingkungan Mahkamah Agung.

“Jadi kebun sawit ini disita oleh penyidik karena diduga terkait ataupun diperoleh dari hasil dugaan TPPU yang sedang berprogres ini,” kata Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 23 Oktober 2025.

- Advertisement -

Budi mengatakan bahwa hasil kebun sawit yang disita dari Nurhadi selalu memproduksi secara rutin. Menurut Budi, hal tersebut menjadi alasan penyidik di lembaganya melakukan penyitaan untuk mengembalikan kerugian negara. “Tentu untuk kebutuhan pembuktian,” ucapnya.

Kebun sawit yang dimiliki Nurhadi itu berada di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. KPK saat ini sedang menelusuri sejumlah informasi ihwal mekanisme pengelolaan hasil sawit.

- Advertisement -

Nurhadi sebelumnya kembali ditangkap oleh KPK saat baru saja dinyatakan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD (Nurhadi) di Lapas Sukamiskin,” kata Budi pada 1 Juli 2025.

Budi mengatakan alasan penahanan kembali ini karena KPK mengendus dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan Mahkamah Agung. Penangkapan ini, kata Budi, dilakukan pada 29 Juni 2025. “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” ujarnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 Maret 2021 memvonis Nurhadi 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 3 bulan. KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada Desember 2019. Ia bersama menantunya, Rezky Herbiyono, diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.

Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 20 April 2016. Saat itu, pengusaha Doddy Ariyanto Supeno memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Pada 13 Februari 2020, pelaksana tugas juru bicara KPK saat itu Ali Fikri mengumumkan bahwa Nurhadi, Rezky, dan Hiendra telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron, setelah Nurhadi dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.

KPK menangkap Nurhadi pada 1 Juni 2020 melalui operasi yang dipimpin penyidik senior Novel Baswedan. Nurhadi ditangkap di kediamannya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Keberadaan Nurhadi terdeteksi dari kebiasaan istrinya, Tin Zuraida, yang suka bertemu dengan pegawai Mahkamah Agung.

KPK mendakwa Nurhadi menerima suap dan gratifikasi pengurusan perkara dengan total Rp 83.013.955.000 atau Rp 83 miliar lebih. Jumlah itu membengkak dari dugaan awal lembaga antirasuah mengenai jumlah uang yang diterima Nurhadi, yaitu Rp 46 miliar.

- Advertisement -

Nurhadi dan Rezky Herbiyono kemudian divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 3 bulan dalam sidang putusan vonis pada Rabu malam, 10 Maret 2021. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai keduanya terbukti menerima suap sejumlah Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp 13,787 miliar.

(NS/TMP)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini