KNews.id – Jakarta – Di tengah panjangnya antrean ibadah haji di Indonesia, muncul sebuah pernyataan yang mengejutkan. Anggota Komisi VIII DPR RI, Ina Ammania, mengusulkan larangan bagi calon jamaah haji untuk meminjam uang di bank guna membayar uang muka pendaftaran haji.
Pernyataan yang dilontarkan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI ini langsung memantik reaksi, karena menyentuh persoalan mendasar, hak setiap Muslim untuk merencanakan ibadahnya.
Dalam pernyataannya, Ina mengatakan, “Apabila mereka tidak mampu, jangan pinjam-pinjam. Kadang-kadang pinjam bank yang penting untuk DP itu dihalalkan, sedangkan persyaratan pergi haji itu kan bila mampu.”
Seakan menjadi vonis bahwa mereka yang berencana mencicil setoran awal tidak berhak untuk mendaftar haji.
Namun, pernyataan ini hanyalah wacana dari satu anggota DPR, belum menjadi keputusan resmi. Tetapi, apakah wacana ini bijak? Atau justru menjadi penghalang bagi umat yang telah merencanakan ibadahnya dengan baik?
Antrean Haji yang Panjang dan Realitas Umat
Di Indonesia, masa tunggu haji reguler bisa mencapai 20 hingga 40 tahun. Dengan antrean yang begitu panjang, mendaftar lebih awal menjadi pilihan rasional agar bisa berangkat di usia yang masih produktif dan sehat.
Banyak jamaah memilih skema pembiayaan syariah untuk membayar setoran awal karena mereka ingin mengamankan porsi sejak dini, bukan untuk berutang dalam membayar keseluruhan biaya haji.
Mereka memiliki perencanaan keuangan yang matang dan sadar akan kewajibannya. Pembiayaan dilakukan melalui bank syariah dengan akad tanpa riba, bukan utang berbunga yang membebani.
Maka, wacana larangan ini tampak tidak mempertimbangkan realitas di lapangan, di mana banyak umat yang berusaha merencanakan ibadahnya sebaik mungkin.
Fatwa MUI dan Skema Pembiayaan Syariah
Penting untuk mengingat bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan pembiayaan haji dengan syarat tertentu.
Dalam Fatwa MUI No. 004/MUNAS X/MUI/XI/2020, disebutkan bahwa mendaftar haji dengan uang pinjaman diperbolehkan selama memenuhi ketentuan berikut
Utang tidak mengandung riba Skema harus melalui bank syariah atau lembaga keuangan berbasis syariah.
Peminjam memiliki kemampuan untuk melunasi Tidak memberatkan diri dengan utang yang tak terkendali. Dijalankan dengan akad yang sesuai syariah Artinya, tidak ada alasan untuk menganggap bahwa skema ini melanggar aturan Islam. Â (Sumber: BPKH – Fatwa MUI tentang Daftar Haji dengan Uang Pinjaman)
Jika aturan ini sudah jelas, mengapa masih ada wacana untuk melarangnya ?
Dampak Buruk Jika Larangan Ini Benar-Benar Diberlakukan
Jika skema syariah ini dilarang, apakah itu berarti masyarakat harus menunggu hingga terkumpulnya uang tunai baru boleh mendaftar
Atau justru mereka akan mencari jalur lain, seperti pinjaman online (pinjol) ilegal, yang jauh lebih berbahaya dengan bunga tinggi dan praktik penagihan tidak manusiawi
Pinjol ilegal bisa menjebak masyarakat dalam jeratan utang yang justru bertentangan dengan prinsip Islam
Banyak kasus di mana orang yang meminjam dari pinjol akhnya mengalami tekanan mental akibat cara penagihan yang tidak manusiawi
Jika niat DPR adalah melindungi masyarakat, seharusnya mereka mendukung sistem pembiayaan yang aman dan berbasis syariah, bukan justru menutup akses yang sudah ada.
DPR Seharusnya Fokus pada Solusi, Bukan Sekadar Larangan
Sebagai lembaga legislatif, DPR memiliki tugas besar untuk mengawal kepentingan rakyat. Jika memang ada kekhawatiran terhadap pembiayaan haji, maka solusinya bukan dengan melarang, tetapi dengan memperbaiki sistemnya.
Alih-alih membuat larangan yang berpotensi membatasi hak umat, DPR seharusnya
Mendorong edukasi dan literasi keuangan syariah untuk masyarakat
Memastikan bahwa skema pembiayaan haji tetap sesuai dengan prinsip syariah dan tidak memberatkan jamaah Meningkatkan transparansi dan pengawasan  terhadap lembaga keuangan syariah
DPR harus paham bahwa haji bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan iman. Jangan sampai sebuah wacana yang belum matang justru mempersulit rakyat yang sudah lama merindukan Baitullah.
Arah Kebijakan Perlu Dikaji Ulang
Jika pernyataan ini hanyalah wacana dari satu anggota DPR, maka sebaiknya tidak serta-merta menjadi isu yang membingungkan masyarakat. DPR sebagai lembaga legislatif harus lebih bijak dalam menyampaikan gagasan, terutama yang menyangkut hak ibadah umat Islam.
Penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi rakyat, bukan malah menjadi penghalang bagi mereka yang ingin beribadah.
Jika benar-benar ingin membantu, maka regulasi yang dihasilkan harus memperjelas mekanisme pembiayaan syariah, bukan malah menghilangkannya.
Karena haji adalah panggilan suci, dan setiap Muslim berhak untuk menjawab panggilan itu dengan caranya sendiri. Tanpa paksaan. Tanpa hambatan. Tanpa regulasi yang justru membuat perjalanan menuju Baitullah semakin sulit.