spot_img
Selasa, September 30, 2025
spot_img
spot_img

Kontrasepsi Jadi Strategi Kesehatan, Sosial, dan Agama, Kata BRIN

KNews.id – Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai bahwa kontrasepsi adalah sebuah investasi sosial.

Tidak hanya berkaitan dengan kesehatan reproduksi, kontrasepsi dapat menyelamatkan kehidupan, menurunkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan, serta mencegah komplikasi persalinan.

- Advertisement -

Hal itu disampaikan Plt. Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) BRIN, Ali Yansyah Abdurrahim, dalam diskusi soal manfaat kontrasepsi pada Jumat, 26 September 2025.

“Penggunaan kontrasepsi juga menjadi hak asasi manusia. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan waktu, jumlah anak, serta membangun keluarga yang berkualitas sesuai dengan harapan mereka. Dalam konteks pelayanan kesehatan, kualitas konseling kontrasepsi, khususnya pada masa pasca persalinan, sangat menentukan,” ujarnya mengutip keterangan pers, Minggu (28/9/2025).

- Advertisement -

Edukasi yang tepat, lanjutnya, akan membantu pasangan mengambil keputusan terbaik mengenai metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka.  Selain itu, perspektif agama juga menjadi hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan.

“Pandangan Islam mengenai kontrasepsi mantap atau sterilisasi memang beragam. Secara umum memberikan ruang bagi pasangan untuk mengatur kelahiran sesuai kondisi keluarga mereka,” ujarnya.

Dalam keterangan yang sama, Dosen Prodi Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Inggar Ratna Kusuma, menguraikan tentang pengaruh kualitas konseling pelayanan terhadap intensi dan penggunaan Keluarga Berencana Pasca Persalinan (KBPP).

“Penelitian kami ini berangkat dari keprihatinan terhadap masih rendahnya capaian KBPP di Indonesia. Padahal program ini memiliki peran penting dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan pencegahan stunting,” terangnya.

Prevalensi KBPP di Indonesia

Ia lalu menunjukkan data, hingga 2025, prevalensi KBPP global baru mencapai 38 persen di 57 negara.

“Sementara di Indonesia angkanya sekitar 49,1 persen, meskipun capaian terbaru sudah di atas 50 persen. Target nasional sendiri adalah 70 persen, ibu pasca persalinan menggunakan kontrasepsi, dengan 50 persen di antaranya berupa metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP),” jelasnya.

- Advertisement -

Penelitiannya itu menekankan pentingnya kualitas konseling KB.

“Konseling yang baik harus mencakup hubungan interpersonal, transfer informasi yang jelas, dan pengambilan keputusan yang memberdayakan pasien. Konseling ini menempatkan pasien sebagai pengambil keputusan utama, bukan sekadar penerima arahan tenaga kesehatan,” urainya.

Selanjutnya, dijelaskannya kualitas konseling berpengaruh signifikan terhadap intensi dan penggunaan KBPP.

Strategi konseling berimbang yang berkualitas tinggi lebih efektif dibandingkan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK).

“Konseling ideal diberikan selama masa kehamilan dan segera setelah persalinan, terutama pada 0–3 hari pertama di fasilitas kesehatan, untuk mencegah missed opportunity,” terangnya.

Pandangan Islam Terhadap Kontrasepsi Mantap

Di sisi lain, Periset PRK BRIN, Dadang Suhenda menjabarkan pandangan Islam terhadap kontrasepsi mantap.

“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengendalian jumlah penduduk, berdasarkan sumber data BPS pada 2025 sebanyak 284.438,8 jiwa. Lalu berdasarkan data Kemendagri di 2025 sebanyak 286.693.693 jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 86,98 persen atau 244,7 juta jiwa adalah muslim, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia,” kata Dadang.

Fakta tersebut menegaskan bahwa aspek agama sangat memengaruhi penerimaan masyarakat terhadap kebijakan, termasuk program keluarga berencana (KB).

Secara umum, sebutnya, hukum program KB dalam islam adalah mubah atau boleh. Selama bertujuan untuk perencanaan keluarga, bukan pembatasan permanen.

“Tetapi fatwa 1979, menyebutkan vasektomi adalah haram karena dianggap pemandulan permanen dan belum ada teknologi rekanalisasi,” paparnya.

Namun, dijelaskannya, kontrasepsi mantap masih menghadapi beberapa kendala, antara lain rendahnya partisipasi pria dibandingkan wanita, stigma sosial dan anggapan negatif di masyarakat.

“Kemudian, kontroversi politik dan kebijakan yang sering mengaitkan kontrasepsi dengan isu moral, masih terbatasnya opsi kontrasepsi untuk pria (belum tersedia pil KB atau implan pria). Biaya rekanalisasi yang mahal dan belum terjangkau oleh masyarakat, serta belum masuk dalam cakupan BPJS,” ungkapnya.

Kontrasepsi adalah Isu Kompleks

Dadang menegaskan, kontrasepsi mantap (kontap) merupakan isu kompleks yang berada pada irisan antara kepentingan kesehatan, kebijakan kependudukan, nilai sosial, dan ajaran agama.

“Dari perspektif medis, kontap terbukti efektif, aman, serta berkontribusi dalam menurunkan risiko kesehatan ibu dan mendukung keberlangsungan keluarga. Dari sisi kebijakan, kontap menjadi bagian dari strategi pengendalian penduduk dan optimalisasi bonus demografi,” ucapnya.

Dengan demikian, kontrasepsi mantap dapat diposisikan sebagai ikhtiar rasional sekaligus religius dalam membangun keluarga sehat, berkualitas, dan sejahtera.

“Selama dilaksanakan dengan pertimbangan etis, medis, dan syar’i yang seimbang, hal tersebut akan memperlihatkan bahwa Islam memiliki fleksibilitas hukum. Dalam merespons dinamika sosial-kesehatan masyarakat modern, tanpa mengabaikan maqashid syariah (hukum Islam),” pungkasnya.

(NS/LPT)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini