spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Komunikasi Pejabat kepada Masyarakat Kebanyakan Bersifat Ancaman!

KNews.id- Presiden Jokowi Widodo sempat menyinggung mengenai masalah komunikasi publik dalam rapat terbatas, Jumat (16/7). Jokowi meminta agar komunikasi pemerintah kepada masyarakat mampu melahirkan optimisme dan ketenangan.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga, mengatakan, penilaian Jokowi itu benar. Karena, faktanya komunikasi publik yang berkaitan dengan Covid-19 selama ini jauh dari pesan-pesan yang berisi optimisme dan ketenangan.

- Advertisement -

“Komunikasi ala pemerintah lebih dominan berisi pesan-pesan yang memuat kepentingannya daripada kepentingan masyarakat,” ujar Jamiluddin dilansir dari RMOL, Senin (19/7).

Akibatnya, komunikasi yang dikembangkan lebih banyak berisi paksaan, baik berupa sanksi, ancaman, kekhawatiran, atau ketakutan. Penyampaian pesan-pesan semacam ini disebut komunikasi koersif.

- Advertisement -

Jelas Jamiluddin, komunikasi koersif semakin banyak mengemuka sejak pemerintah memberlakukan PPKM Darurat Jawa-Bali. Pesan-pesan yang memuat sanksi dan ancaman begitu dominan sehingga masyarakat merasa tidak nyaman dan dirundung ketakutan.

Padahal, dalam berbagai riset menunjukan, pesan-pesan menakutkan atau koersif tadi, tidak efektif digunakan kepada khalayak yang mengalami situasi krisis. Khalayak seperti ini dalam jangka panjang sudah hilang rasa takutnya.

- Advertisement -

“Jadi, kepada khakayak seperti itu diberikan pesan-pesan koersif justru akan menjadi bumerang. Publik akan melakukan perlawanan demi mempertahankan hidup dan kehidupannya,” tukas Jamiluddin.

Pesan-pesan seperti itu semakin tidak efektif karena disampaikan oleh orang yang tidak kredibel. Suka tidak suka, kredibilitas pemerintah pusat, terutama yang bertanggung jawab menangani PPKM Darurat, bukanlah sosok yang dipercaya masyarakat.

Akibatnya, pesan-pesan koersif yang disampaikan pemerintah mendapat penolakan dari masyarakat. Sebagian masyarakat akhirnya lebih mempercayai pesan-pesan terkait Covid-19 dari teman, keluarga, atau media sosial.

Karena itu, sambung Jamiluddin, komunikasi publik pemerintah harus diubah dari koersif ke persuasif dengan mengedepankan pendekatan komunikasi bottop up. Melalui komunikasi semacam ini, pemerintah lebih mengedepankan kebutuhan rakyatnya daripada kepentingannya.

Pendekatan semacam itu dengan sendirinya lebih memanusiawikan masyarakat. Masyarakat akan menjadi lebih nyaman karena kebutuhannya diperhatikan. Tentu pesan-pesan persuasif itu akan semakin efektif bila disampaikan orang yang kredibel. Masalahnya, sosok seperti ini yang sekarang langka di pemerintah pusat.

“Kiranya itu menjadi pekerjaan rumah bagi Jokowi untuk mendapatkan sosok yang kredibel menyampaikan pesan-pesan persuasif terkait Covid-19. Semoga Jokowi menemukan sosok tersebut!” tandas Jamiluddin. (AHM/rmol)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini