Oleh : Sutoyo Abadi
KNews.id – Jakarta, Masih segar dalam ingatan kita, pada Senin, 19 Mar 2018, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berpidato yang isinya menyinggung prediksi Indonesia bakal bubar tahun 2030. Pidato itu direkam dalam video yang diunggah oleh akun Facebook Partai Gerindra.
Video itu berdurasi 1 menit 13 detik. Prabowo berpidato dengan lantang dan disaksikan hadirin yang mengenakan pakaian putih.
Ini isi lengkap pidato Prabowo dalam video tersebut:
“Saudara-saudara!
Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini, tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030.”_
“Bung! .. Mereka ramalkan kita ini bubar, elit kita ini merasa bahwa 80 persen tanah seluruh negara dikuasai 1 persen rakyat kita, nggak apa-apa.”
“Bahwa hampir seluruh aset dikuasai 1 persen, nggak apa-apa. Bahwa sebagian besar kekayaan kita diambil ke luar negeri tidak tinggal di Indonesia, tidak apa-apa.”
Ini yang merusak bangsa kita, saudara-saudara sekalian! : “Semakin pintar, semakin tinggi kedudukan, semakin curang! Semakin culas!Semakin maling. Tidak enak kita bicara, tapi sudah tidak ada waktu untuk kita pura-pura lagi”
Pidato yang heroik sebelum jadi Presiden tapi mampu menyihir masa larut untuk berjuang bersama. Setelah memenangkan Pilpres 2024 pidatonya mulai berbelok arah, bahwa tahun 2045 Indonesia akan akan berubah menjadi Indonesia Emas.
Sebagian pengamat politik mulai gelisah apakah betul Indonesia sedang menuju Indonesia Emas 2045 kalau pada tahun 2025 saja sudah mengalami kegelapan. Jika tahun 2025 saja adalah permulaan krisis, apa jadinya di tahun-tahun yang akan datang.
Sejak di tetapkan sebagai Presiden, pidato Presiden membuncah tentang masa depan Indonesia cerah, terang benderang akan menjadi gemah ripah loh jinawi, apa ini petunjuk dan arahan dari Jokowi sebagai guru politiknya. Statement Presiden langsung benturan dengan buku paradoksnya saat kampanye Pilpres 2014 dan 2019 sebagai referensi untuk menyerang oligarki habis habisan.
Sebagai pendukung Prabowo yang sangat percaya Prabowo Subianto sebagai idola yang bisa membawa perbaikan Indonesia, sejak maju sebagai Cawapres, Capres berturut – turut pada tahun 2014 dan 2019, modal tepuk tangan disertai seruan *Hidup Prabowo* riuh menggema bergemuruh setiap mengikuti Prabowo latihan berpidato sebagai Presiden.
Tidak pernah terbayangkan akan ada kekuatan Paradoks Jokowi dengan santai bisa melalap habis paradoks Prabowo Subianto.
Paradoks Prabowo yang heroik : “Indonesia kaya tapi rakyatnya miskin, kita harus mengembalikan sumber daya ekonomi dari sekelompok orang (Oligarki) ke tangan rakyat (kedaulatan ekonomi di tangan rakyat), mengembalikan kekuasaan politik dari sekelompok orang (Oligarki) ke tangan rakyat (kedaulatan politik), Indonesia dengan jiwa kemandirian, bebas dari oligarki, demokratis, pemerintahan yang bersih korupsi, dan siap menebak hukum demi keadilan”
Semua berubah seperti main ketoprak, sang Wapres anak haram konstitusi dengan bantuan rekayasa AI terus menerus cuap – cuap Indonesia Emas bermodalkan otak kosong dengan teori simsalabimnya.
Mereka tidak pernah melihat malam yang gelap gulita, selain sekali-kali keluar malam larut dalam ritual perdukunan menghayal terwujudnya Indonesia Emas, tidak pernah sadar jangankan emas, perak atau perunggu yang didapatkan hanya imajinasi buta dan hayalan yang gelap gulita.
Prabowo sebelum dan sesudah jadi memang berbeda. Bahkan setelah jadi Presiden terkesan melecehkan 8 (delapan) aspirasi tuntutan purnawirawan TNI : -“Kembali ke UUD 1945, mendukung Program Kabinet Merah Putih – kecuali melanjutkan IKN, menghentikan PSN PIK – 2, PSN Rempang dan kasus-kasus serupa, menghentikan tenaga kerja asing China, menertibkan pengelolaan pertambangan, melakukan reshuffle kabinet kepada yg diduga korupsi dan yg masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden Jokowi, mengembalikan POLRI kepada fungsi kamtibmas, mengusulkan penggantian wakil Presiden karena pemilihannya melanggar konstitusi.
Cita cita Indonesia Emas hanyalah utopi, hanya bayangan hayalan belaka. Kondisi Indonesia bukan hanya masyarakat Indonesia yang belum terdidik secara kritis untuk memahami perannya sebagai warga negara, selalu menjadi korban, di korbankan, di tipu dan dimanipulasi oleh penguasa .
Ternyata penguasa di Indonesia lebih parah sebagai sapi perah dan boneka kekuatan oligarki dan asing. Yang terjadi saat ini adalah kegelapan dibalik hayalan Indonesia Emas.
(FHD/NRS)