spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Kaya Raya Minyak, Utang Arab Saudi Jauh Lebih Gede dari Indonesia?

KNews.id-Jika Arab Saudi dikira negara kaya karena minyak yang berlimpah, anggapan itu salah besar. Sebab negara itu ternyata memiliki banyak utang untuk memenuhi anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN).

Ini terjadi sejak tahun 2014, saat defisit APBN pertama melanda negara itu yakni sebesar 54 miliar riyal atau Rp 203 triliun. Posisi utang pemerintah mencapai 60,1 miliar riyal atau Rp 225 triliun.

- Advertisement -

Defisit terjadi karena Arab Saudi melakukan perluasan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Perluasan itu diharapkan dapat membuat kedua masjid menampung hingga 2,5 juta jemaah.

Namun sayangnya saat itu harga minta jatuh. Pada akhirnya Riyadh tak mampu membiayai perluasan kedua masjid.

- Advertisement -

Setahun kemudian, Saudi kembali merugi setelah Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud memutuskan mengikuti perang sipil di Yaman. Defisit APBN 2015 mencapai 367 miliar riyal (Rp 1.378 triliun) dan akhirnya menambah utang lagi menjadi 142 miliar riyal (Rp 533 triliun).

Pada 2016 ekonomi Saudi mengalami perbaikan namun APBN masih menunjukkan defisit, yang mencapai 297 miliar riyal (Rp 1.115 triliun). Total utang saat itu meledak mencapai 316,5 miliar riyal (Rp 1.188 triliun), dikarenakan harga minyak yang rendah dalam 2,5 tahun terakhir.

- Advertisement -

Defisit Saudi mengecil tahun 2017, yakni 8,9% dari total APBN dan menurun menjadi 230 miliar riyal (Rp 863 triliun). Utang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal (Rp 1.663 triliun).

Berbagai cara dilakukan Saudi untuk mengecilkan defisit negaranya, misalnya menaikkan pajak bagi produk seperti rokok dan minuman kemasan. Negara kerajaan itu juga merombak aturan perpajakan.

Setahun berikutnya, ekonomi Riyadh menunjukkan perbaikan dengan penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal (Rp 2.900 triliun) dan defisit hanya 195 miliar riyal (Rp 732 triliun). Utang negara naik menjadi 558 miliar riyal (Rp 2.095 triliun).

April 2018, Saudi meneribitkan obligasi. Surat utang itu berhasil menarik dana sebesar 41,25 miliar riyal (Rp 154 triliun).

Defisit kembali terjadi pada 2019 , yakni mencapai 131,5 miliar riyal (Rp 493 trilin) dan utang menjadi 657 miliar riyal (Rp 2.466 triliun). Ekonomi di tahun 2020 juga mengalami dinamika, yakni dari penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal (Rp 3.128 triliun) dari 2019 yakni 975 miliar riyal (Rp 3.661 triliun).

Turbulensi politik terjadi pada 2020 saat Amerika Serikat (AS) menembakkan rudal ke arah iring-iringan jenderal tinggi Iran Qassem Solemani. Saudi mencetak obligasi senilai 18,75 miliar riyal (Rp 70 triliun).

Pandemi Covid-19 juga mengacak-acak ekonomi negara itu, permintaan pasar pada minyak dan larangan perjalanan untuk haji dan umrah membuat penerimaan negara menjadi ambles. Di sisi lain, Covid-19 juga butuh penanganan yang dana-nya juga besar.

Untuk itu Saudi kembali harus berutang, di mana diprediksi menjadi 941 miliar riyal (Rp 3.533 triliun) naik 32,9% dibanding 2019. Pendapatan negara juga direvisi menjadi 770 miliar riyal (Rp 2.891 triliun) turun 16,9% dari tahun sebelumnya.

Anggaran diproyeksi defisit US$50 miliar atau Rp 707 triliun saat itu, naik US$15 miliar (Rp 212 triliun) dari tahun sebelumnya. (Ach/Cnbcind)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini