spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Kausalitas Hukum MK Batas Usia 40, Psikopat dan Orang Gila Bisa Jadi Presiden dan Wakil Rakyat

Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik 212

KNews.id – Analogi judul artikel ini oleh sebab hukum didasari oleh pertimbangan putusan, MK/ Mahkamah Konstitusi, sehubungan bunyi putusan usia dibawah 40 tahun, dapat menjadi Presiden RI asalkan individu dimaksud, yang diilustrasikan mayoritas publik sebagai personal subjek hukum yang identitas jatidirinya sebagai Gibran Rakabuming Raka Bin Joko Widodo.

- Advertisement -

Lalu pertimbangan lainnya MK adalah, ” melihat batas usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945 “.

MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan juga hak untuk dipilih.

- Advertisement -

Maka, dapat disimpulkan makna subtansial putusan MK melalui analogi hukum, oleh sebab kausalitas hukum dari putusan MK sebagai putusan satu kali tanpa hak banding juga tanpa kasasi, sehingga vonis MK adalah final dan mengikat, bak undang – undang, maka akibat hukumnya tidak mustahil , ” Para psikopat dan Para Orang Gila bisa jadi presiden dan sebagai para wakil rakyat, karena pada realitas praktik nyatanya, rumah perawatan orang yang ” dianggap tidak waras”, didatangi petugas pemilu serta menjadi sah sebagai peserta pemilu saat pemilu legislatif dan pilkada ( eksekutif ) dan pilpres di republik ini.

Kenapa KPU membolehkannya ( dengan kekuatan Undang-Undang ), padahal fakta hukumnya, kategori orang gila adalah tidak dapat dihukum ( vide pasal 44 KUHP ), makna hukum dari pasal a quo, mereka merupakan subjek hukum yang terbebas sanksi hukum atas perbuatan hukumnya, namun pasal a quo, belum pernah dihapuskan atau dibatalkan oleh DPR RI, Presiden maupun oleh putusan MK.

- Advertisement -

Beginilah gambaran overlapping nya sistim hukum ditanah air, maka amat primer pembaruan sistim oleh pemimpin yang bernalar sehat, punya prinsip ( konsisten ) cerdas, dan mandiri serta inovatif, bukan seorang pemimpin yang labil, ” culun ” dan delusional.

Sehingga dapat dibayangkan, jika para pejabat publik yang mewakili rakyat dijajaran eksekutif dan legislatif dipenuhi orang – orang yang dinyatakan oleh para ahli jiwa ( medical ) adalah pasien mereka, maka diskresi ekonomi, hukum dan politik apa yang kelak lahir untuk dicanangkan, sementara terhadap mereka dalam segala tindakan hukumnya dibutuhkan seorang subjek hukum yang berpredikat sebagai pengampu, oleh sebab putusan badan peradilan.

Urgensi, sebagai bakal agenda bakal Presiden RI. Anies Baswedan yang diharapkan oleh bangsa ini, sebagai perwalian rakyat bangsa yang top person number one (highest) orang dipuncak tertinggi sebagai penyelenggara pemerintahan NKRI. Diharapkan dapat menghapus model dualisme sistim hukum lainnya, diantaranya adalah tentang eksistensi Jaksa sebagai pengacara negara dan berfungsi juga sebagai Jaksa Penuntut Umum/ JPU. terhadap pelaku kejahatan ( Vide UU. Kejaksaan RI ).

Termasuk pelurusan, pembaruan sistim hukum terkait tugas dan fungsi MK yang yudikatif ( vide UU. Tentang MK namun fakta hukumnya ( vide UU. MD 3 ) berfungsi juga menjadi lembaga tempat bermohon, sebagai penentu jika DPR RI ( legislatif ) ingin melakukan impeachment terhadap Presdien RI. Sehingga ambiguitas peran dan fungsi legislatif DPR RI dan MPRI RI terkait impechment jika sudah memenuhi persyaratan atau MK. ( yudikatif ) ?

Karena impeachment presiden, wajib mesti melalui putusan Mahkamah Konstitusi, yang kini ketuanya adalah semenda Jokowi Anwar Usman. Sementara pemilu adalah pelimpahan suara rakyat bangsa ini untuk mewakili mereka yang duduk di legislatif ( DPR RI ), suara pemilu bukan untuk fungsi yudikatif

( MK.)  (Zs/NRS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini