spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Jokowi Sesalkan Barang Impor Murah Banjiri Pasar Lokal, Susi Pudjiastuti: Siapa yang Impor?

 KNews.id – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyesalkan banyaknya barang impor dengan harga murah yang membanjiri e-commerce di Indonesia. Menurut dia, hal itu membuat Indonesia terkena kolonialisme di era modern atau dijajah secara ekonomi oleh negara lain. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberi arahan kepada peserta PPSA XXIV dan alumni PPRA LXV Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat.

Jokowi memaparkan, potensi ekonomi digital Indonesia berada di angka 44 miliar dollar AS pada 2020, 77 miliar dollar AS pada 2022, 146 miliar dollar AS pada 2025, dan 360 miliar dollar AS atau Rp 5.000 triliun pada 2030. Ia menyebutkan, angka itu dapat bertambah apabila negosiasi mengenai Digital Economy Framework Agreement di antara negara-negara ASEAN dapat rampung pada 2025.

- Advertisement -

“Angka yang terakhir tadi yang 360 billion US dollar itu akan lipat jadi 2 kali. Artinya 720 miliar US dollar, kalau dirupiahkan Rp 11.250 triliun potensi ekonominya sangat besar sekali,” kata Jokowi.

Ia menjelaskan, Digital Economy Framework Agreement akan mengatur soal perdagangan digital, pembayaran digital, dan keamanan data. Menurut dia, hal ini harus menjadi perhatian karena terdapat laporan bahwa ada 123 juta orang yang tercatat masuk ke sebuah aplikasi hanya dalam waktu satu bulan

- Advertisement -
“Artinya perilaku konsumen kita sudah dipegang, mood-nya mau ke mana sudah dipegang, arahnya mau ke mana sudah bisa ditebak dan kita terlambat,” kata Jokowi.

Jokowi menambahkan, Indonesia juga hanya punya waktu dua tahun untuk bisa menguasai pasar ekonomi digital.

“Bagaimana kita menyiapkan talenta-talenta digital kita, ini bukan barang yang mudah, dan kita tidak boleh hanya menjadi konsumen saja,” ujar mantan gubernur DKI Jakarta itu.

- Advertisement -

Pernyataan Jokowi pun ditanggapi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti. Lewat status twitternya @susipudjiastuti pada, dirinya menilai sangat sulit melakukan impor barang, baik bagi perorangan ataupun perusahaan.

Namun, hal yang menjadi pertanyaan adalah kenapa begitu banyaknya barang impor masuk Indonesia. Susi pun mempertanyakan siapa dalang di balik maraknya impor barang tersebut.

“Pak Presiden @jokowi Impor di Indonesia sebetulnya secara general untk umum perorangan maupun perusahaan sangatlah sulit,” ungkap Susi Pudjiastuti.

“Menjadi Pertanyaan: kok bisa begitu banyaknya barang impor masuk ? Siapa yg melakukan impor dan bagaimana caranya?” tanyanya. Pernyataan Susi pun disambut ramai masyarakat ,Beragam pendapat pun mengisi kolom komentara status Susi Pudjiastuti.

Guna melindungi produk dalam negeri, pemerintah tengah menggodok aturan baru yang akan mengatur larangan importasi barang dengan nominal di bawah Rp1,5 juta di platform ecommerce. Adapun, larang tersebut akan diberlakukan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Selanjutnya, pemerintah akan mengatur batas minimum harga untuk produk impor yang diperdagangkan dalam marketplace. Pemerintah menetapkan produk impor dengan harga di bawah US$100 atau sekitar Rp1,5 juta dilarang dijual oleh pedagang luar negeri di platform online e-commerce maupun social commerce.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengungkapkan, revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).

Dalam beleid aturan tersebut Mendag Zulhas menuturkan pihaknya melarang penjualan barang impor sebesar di bawah 100 juta dollar AS atau di bawah Rp 1,5 juta efektif hanya untuk produk yang dikirim secara cross border atau melalui perdagangan lintas batas.

“Revisi permendag sudah selesai sekarang tanggal 1 (Agustus) lagi diharmonisasi berarti hari ini di Kemenkumham,” ujar Mendag Zulhas dikutip dari Kompas.com pada Selasa (1/7/2023).

Revisi Permendag Ditolak Kalangan Pengusaha

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 yang akan direvisi mendapat penolakan dari kalangan pengusaha di Tanah Air.

Alasannya, regulasi tersebut melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta per unit di marketplace. Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan.

“Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung,” tambahnya.

Kondisi ini, lanjutnya, sudah tergambar pada platform e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara.

Namun demikian, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu. APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor.

“Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara,” ungkap Sonny.

Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut katanya akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia. Sebab dijelaskannya, proses impor cross-border ke Indonesia dewasa ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Dari sisi proses, impor dilakukan seratus persen secara digital dan terotomatisasi, terlebih bea cukai sudah mengaplikasikan e-catalog agar pendapatan negara yang berasal dari bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang besar dapat dipastikan sesuai.

“Oleh karena itu, APLE berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border,” jelasnya.

Sebab, platform yang tidak melakukan transaksi cross- border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut lantaran masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang.

“Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak,” imbuhnya.

Terkait hal tersebut, APLE pun mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi. Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.

Kedua, pemerintah meningkatkan besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5 persen menjadi 10 persen ditambah PPN 10 persen dan PPh.

“Dengan demikian, harga barang impor pun tidak terlalu murah, dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing,” jelas Sonny.

Ketiga, pemerintah melakukan screening atau penyaringan terhadap e-commerce lokal yang tidak melakukan transaksi cross-border. Tujuannya, agar setiap barang yang dijual telah dilengkapi bukti importasi. Sebut saja barang-barang elektronik lain dan aksesorisnya (casing serta charger ponsel), kosmetik, obat-obatan maupun suplemen dan vitamin.

Kemungkinan besar, barang-barang yang berasal dari kegiatan impor tersebut akan sulit untuk diawasi, apakah barang yang dijual tersebut telah memenuhi formalitas kepabeanan, dengan membayar bea masuk/ pajak sesuai dengan jenis dan nilai barangnya. Sebagai dampaknya, negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak.

“Keempat, pemerintah sebaiknya melakukan kunjungan ke kampus-kampus UMKM yang diprakarsai oleh platform, untuk menjelaskan secara mendalam benefit dari transaksi ekspor cross-border bagi pelaku UMKM di tanah air,” tutupnya. (Zs/Trbn)

 

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini