spot_img
Sabtu, April 27, 2024
spot_img

Jokowi dan Saat Suara Parpol Terbelah terkait Amendemen UUD

KNews.id- Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, Bamsoet masih berada di Istana saat pimpinan lainnya bubar.

“Saya tidak mengetahui persis, tapi memang waktu saya pulang Ketua MPR belum pulang dari Istana,” kata Arsul.

- Advertisement -

Selang tiga hari kemudian, atau pada 16 Agustus, Presiden Jokowi dan Ketua MPR Bambang Soesatyo pidato dalam Sidang Tahunan MPR jelang peringatan HUT RI. Keduanya sama-sama menyinggung soal PPHN. Lewat pidatonya, Bamsoet menyatakan bahwa perlu ada amendemen terbatas UUD 1945 agar MPR ditambah kewenangannya, yakni menetapkan PPHN.

Dalam pidato di momen yang sama, Jokowi mengapresiasi MPR yang memiliki agenda untuk membentuk PPHN. Seolah lampu hijau dari Jokowi bagi MPR untuk melanjutkan pembahasan pembentukan PPHN. Namun, Jokowi tidak menyebut secara gamblang bahwa itu bisa dilakukan lewat amendemen konstitusi.

- Advertisement -

“Agenda MPR untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara juga perlu diapresiasi untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan lintas kepemimpinan,” kata Jokowi saat pidato di Sidang Tahunan MPR HUT RI ke-76 pada 16 Agustus.

Golkar Bergolak, PDIP Mendukung
Sikap fraksi partai politik di MPR terbelah menanggapi usulan amendemen UUD 1945. Empat fraksi yakni Golkar, Nasdem, Demokrat dan PKS sepakat menolak usulan amendemen meski hanya sebatas pemberian kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN.

- Advertisement -

Salah satu petinggi partai Golkar mengatakan, Ketua Umum Airlangga Hartarto sampai menelepon Bambang Soesatyo setelah peringatan Hari Konstitusi 18 Agustus 2021. Airlangga menegur Bamsoet karena terlalu aktif menyuarakan soal amendemen konstitusi.

Padahal sejak awal Golkar memutuskan menolak usulan amendemen UUD 1945 dan perpanjangan masa jabatan Presiden. CNNIndonesia.com telah berusaha mengkonfirmasi kepada Airlangga Hartarto, namun tidak direspons.

Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena mengatakan perbedaan sikap politik Bamsoet dapat dimaklumi mengingat Bamsoet menjabat sebagai Ketua MPR RI yang mewakili kepentingan beragam fraksi partai.

“Soal sikap Bamsoet kami memahami beliau adalah Ketua yang notabene speaker-nya MPR. Tetapi sebagai kader Golkar, kalau partai sudah punya keputusan, ya Bamsoet harus ikut perintah partai,” kata Idris.

Partai Nasdem juga turut menolak amendemen UUD 1945 dan perpanjangan masa jabatan Presiden. Akhir Juni kemarin, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sampai menggelar pertemuan via daring dengan beberapa anggota fraksi Nasdem.

“Di tengah pandemi seperti ini tentu konsultasi publik yang masif yang kita harapkan sulit dilaksanakan secara optimal, ada baiknya kita menunggu pandemi mereda sehingga belum perlu untuk dilakukan amandemen konstisusi pada saat sekarang ini,” kata Taufik Basari, Ketua Fraksi NasDem.

Sementara itu, PDIP tetap pada pendiriannya. Mereka ingin ada suatu pedoman pembangunan seperti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di masa lalu. Oleh karena itu, amendemen UUD 1945 perlu dilakukan.

PDIP bahkan menuangkan keinginan amendemen konstitusi dalam Rekomendasi Kongres V yang digelar di Bali, pada 10 Agustus 2019 silam. Dari hasil rekomendasi Kongres, PDIP mengusulkan amendemen terbatas UUD 1945 untuk menambah kewenangan MPR menetapkan GBHN.

Saat ditanya soal usulan perpanjangan masa jabatan Presiden sampai 2027 melalui pintu amendemen, Wakil Ketua MPR dari PDIP menegaskan itu bukan agenda partainya.

“PDIP tetap konsisten pada agenda amandemen terbatas UUD 1945 hanya untuk menghadirkan kembali GBHN melalui penambahan kewenangan MPR. Di luar perubahan terbatas itu, bukan agenda PDIP. Kita tidak improvisasi yang lain”, kata Basarah. (Ade/cnn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini