Oleh: Tarmidzi Yusuf – Kolumnis
KNews.id – Makan siang itu biasa saja. Hal rutin yang dilakukan setiap orang. Jadi luar biasa karena makan siang di Istana. Luar biasanya karena makan siang Presiden bersama tiga calon presiden; Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Makan siang untuk menepis Presiden Jokowi yang terlanjur dicap dan mengecapkan diri cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Tentu dengan pesan: Presiden Jokowi seorang negarawan dengan menunjukkan netralitasnya dalam Pilpres 2024.
Pesan tersebut amat jelas dilihat publik. Positif untuk membangun citra Jokowi yang terlanjur disebut cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Sayangnya, publik tak mempercayainya. Presiden Jokowi kerap dijumpai sering berbohong.
Presiden Jokowi tak seirama antara ucapan dan hati. Kata peribahasa: Lain di mulut, lain di hati. Antara apa yang diucapkan berlawanan dengan apa yang ada di hati. Antara ucapan berbeda dengan perbuatan.
Ketidaknetralan Presiden Jokowi amat kentara saat keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dicap publik sebagai Mahkamah Keponakan yang meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.
Belum lagi banyak pihak takut mendukung calon presiden tertentu. Belum apa-apa perusahaannya diperiksa pajaknya. Disegel usaha dengan alasan perizinan.
Beberapa penjabat gubernur, walikota, bupati, militer dan polisi dalam kendali Presiden Jokowi untuk tujuan pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden yang didukung oleh Presiden Jokowi.
Ketidaknetralan makin terang benderang saat MK membolehkan capres-cawapres usia di bawah 40 tahun, asalkan pernah atau sedang jadi pejabat negara. Aturan MK ini otomatis meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bakal ikut berlaga di Pilpres 2024.
Sebelumnya Gibran Rakabuming Raka terganjal maju di arena Pilpres 2024. Pasal 169 huruf q pada UU 7/2017 tentang Pemilu yang menentukan bahwa capres dan cawapres harus berusia 40 tahun menjadi tak berlaku lagi. Saat ini Gibran Rakabuming Raka berusia 36 tahun.
Muhammad al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan mempunyai kepakaran dalam bidang kemiliteran, ilmu pengetahuan, matematika, dan menguasai enam bahasa saat berumur 21 tahun.
Makan siang yang gagal mencitrakan sebagai seorang negarawan yang berdiri diatas semua calon presiden dan calon wakil presiden. Netralitas semu yang menipu.
Publik sulit melepaskan campur tangan Presiden Jokowi dan Ketua MK, Anwar Usman dalam putusan yang tidak netral ini. Putusan partisan yang berupaya ditutupi dengan makan siang bersama tiga calon presiden seolah-olah Presiden Jokowi seorang negarawan. (Zs/SN)
Discussion about this post