Oleh : Damai Hair Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Dari sisi politik kebangsaan terhadap beberapa kebijakan Jokowi memang butuh penelaahan intensif, karena diantara kebijakannya mendapat tuduhan publik, bahwasanya Jokowi berencana atau karena lalainya “ingin menjual sebagian wilayah NRI atau memecah belah wilayah RI.”
Hal ini bisa ditengarai terhadap kebijakan (diskresi) Jokowi mengundang pengusaha asing melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2024, isi peraturannya bahwa HGU dapat diberikan kepada investor selama 190 tahun dalam dua siklus, pertama 95 tahun lalu siklus kedua 95 tahun.
Andai diaspora dari China menetap sekian ratus tahun lamanya, berapa jumlah anak cucu dan cicit kedepannya di Indonesia, jika prediksinya dalam kurun waktu 190 tahun, maka bisa melahirkan 7 atau 9 generasi dari total puluhan ribu TKA China lalu dikalikan jumlah anak dari setiap kepala keluarga?
Sementara China sendiri pening mengatasi jumlah penduduknya yang sudah lebih dari 2 milyar.
Dan bagaimana dengan status kewarganegaraan bayi bayi mereka andai terjadi asimilasi perkawinan dengan para wanita pribumi. Anak China atau WNI ?
Bagaimana nasib perusahaan itu jika habis masa tinggal dan nasib usaha mereka?
Dengan alasan bisnis mengalami kemajuan dan mendapatkan keuntungan dan ditunjang politik kekuasaan negaranya yang nyata “imperialisme keluar” degan ideologi negaranya yang tulen komunisme, maka dari sisi pandang hukum dan ekonomi menjadi amat sulit. Ketika para pengusaha asal China tersebut minta Izin Usaha dan HGU diperpanjang dan tanah diperluas serta tenaga kerja ditambah, hal ini bukan mustahil sesuai rumus hukum dagang hasrat pengusaha adalah “memperluas usaha”.
Lalu bagaimana dihubungkan dengan ideologi NRI Jo TAP MPRs RI No.25 Tahun 1966 dan hubungan hukum terkait anak hasil asimilasi perkawinan yang masing masing beda klaim, menurut Tiongkok anak tersebut warga negara bapaknya (China) sedangkan menurut hukum Indonesia adalah Warga Negara Ganda Terbatas? Sesuai klaim Tiongkok tentu sah menyebarkan ideologi komunis kepada anak kandung mereka !
Dan tidak kalah penting hal pendidikan, dimana mereka anak anak China komunis bersekolah dan pembatasan hubungan sosial sehari hari ?
Resiko lainnya negara China serta kekuatan militer mereka apakah tidak dilematik, jika muncul pertikaian antara warga pribumi dengan kaum diaspora dimaksud, dan dari semua bakal problematika nasional dikaitkan dengan Perpres a quo, adakah misi politik Jokowi yang tersembunyi ?
Oleh karenanya terhadap gejala gejala fenomena yang ada dan substansial misteri kebijakan Perpres dimaksud, ditambah peristiwa area laut yang diurug serta dipagar di pesisir yang hanya sekian kilometer dari pusat ibukota negara RI ? Apakah kesemuanya tidak terdapat indikasi makar oleh Jokowi ? Terlebih saat ini mencuat isu publik bahwa Jokowi memiliki darah dari garis keturunan Cina komunis?
Namun apapun jabatannya TKA WNA China di Indonesia terlebih tenaga kasar (kuli) pasti mereka alumni wajib militer dan mungkinkah disisipkan diantaranya asli anggota dinas militer ?
Kepastian TKA tersebut adalah alumnudls militer, karena ketentuan sistim hukum Negara Tiongkok laki laki dan perempuan umur selepas SLA atau batasan usia 17/ 18 tahun dikenakan wajib militer (“kecuali wanitanya”), dan salah satu syarat untuk memenuhi keterikatan wajib militer adalah melalui pemeriksaan test kesehatan fisik, andai dinyatakan sehat maka Wajib Militer harus dijalankan oleh para pria dewasa selama 2 tahun. Maka secara logika, otomatis para pekerja TKA China adalah para alumni yang memiliki basis (semi) militer. Sehingga hal sensitif ini semakin runyam dan menimbulkan rasa kekhawatiran bangsa ini.
Namun oleh Prabowo IKN sudah Ia buat mati suri dan PSN PIK 2 dibuat tamat riwayatnya.
Menyitir filosofis dari Ir. Soekarno ‘Djas Merah’ maka disanding dengan dinamika perpolitikan saat ini, yang publik ketahui didalam Kabinet Merah Putih (KMP)!tersisa banyak orang kepercayaan Jokowi, oleh karenanya publik mesti pahami posisi sulit Prabowo untuk membenahi negara yang banyak residu berasal dari era Jokowi sambil “mengatur” para menteri dan para petinggi yang ada didalam KMP dengan indikator sejarah politik 2022-2023 mereka adalah pendukung Jokowi 3 periode. Dan tentu benang merahnya patut diduga mereka pendukung Gibran menuju RI 1 ?
Maka antisipasi publik oposan Gibran (Jokowi) yang “cacat konstitusi” plus ijazah D-1 andai gagal, tentunya “wacana Jokowi 3 periode” pada hakekatnya berhasil ? Dan sejarah telah membuktikan Jokowi yang hobi tabrak rambu melalui teori cawe cawe berhasil sang pangeran Solo bertengger di RI-2.
Oleh karenanya efektif publik selain memberi dukungan full kepada Presiden Prabowo agar terus berkarya untuk bangsa ini, termasuk membantu Presiden menghadapi manufer politik yang “dinamis” dari para “musuh dalam selimut” yang tetap mensupport cita-cita “Jokowi 3 periode”
(FHD/NRS)



