spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Islam Reformis dan Revolusi Perlawanan Kapitalis Global

Oleh: Nazar EL Mahfudzi, Pengamat Politik

“Apa yang nyata, ia lihat sebagaimana yang ada dalam mimpi.Apa yang tak lagi nyata, baginya menjadi nyata” (Gothe)

- Advertisement -

KNews.id- Dalam perbenturan antara perkembangan kapitalis dan Islam kepentingan kelas oligarki yang dominan, negara mengambil posisi di pihak kelas yang dominan.

Kebijakan negara, seperti juga kebijakan borjuasi, menjadi berkonflik dengan perkembangan sosial dan budaya Islam yang egaliter. Dengan begitu, negara makin dan makin kehilangan karakternya sebagai representasi dari keseluruhan masyarakat, dan dengan tingkat yang sama pula bertransformasi menjadi murni sebuah negara kelas oligarki.

- Advertisement -

Kontradiksi ini secara progresif menjadi bertambah tajam, negara  menggerakkan poros aktivitas mengangkat derajat  kelas borjuasi untuk berinvestasi memikirkan kegagalan dan keterpurukan pengelolan ekonomi Indonesia.

Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) bukan hanya sekedar Ibu Kota tapi perjuangan kelas ekonomi masyarakat untuk bertransformasi secara kapitalis :

- Advertisement -

“Pindah ibu kota adalah pindah cara kerja, pindah mindset, dengan berbasis pada ekonomi modern dan membangun kehidupan sosial yang lebih adil dan inklusif,”  tutur Jokowi.

Sedangkan bagi masyarakat secara keseluruhan hanyalah mendatangkan arti penting yang negatif, sebagaimana kebijakan-kebijakan tarif-tarif kolonial, lihatlah bagaimana legasi hutang dari pembangunan infrastruktur jalan, bandara, pelabuhan dll, yang harus dibayar lebih mahal.. ??.

Padahal Islam memberikan perluasan demokrasi sebagai solusi kerakyatan yang egaliter memandang lebih kesejahteraan rakyat, apa yang dilihat oleh Bernstein sebagai suatu sarana untuk mewujudkan sosialisme secara bertahap, tidaklah bertentangan, justru sebaliknya secara sempurna berkesesuaian dengan transformasi yang diwujudkan dalam watak negara.

Konrad Schmidt menyatakan :

“Kemenangan suatu mayoritas sosial-demokratik di parlemen akan secara langsung menyebabkan terjadinya “sosialisasi”masyarakat”

Kini, bentuk-bentuk demokratis dari kehidupan politik Islam tak ragu lagi merupakan fenomena yang mengekspresikan secara jelas evolusi negara dalam masyarakat ber Tauhid lebih menjadi solutif.

“Saya ingin menyatu bersama rakyat. Karena Islam yang saya tangkap itu egaliter,” (Setiawan Djody).

Umat Islam di Indonesia mampu menjawab tantangan kapitalime global dan persoalan bangsa yang digandurungi para pencoleng biarlah terbakar angkara murka, bersatunya jiwa dan rakyat karena mencintai Islam, imbuh Djodi :

“Cintai Islam biar cinta Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Konstitusi 1945,”

Mengapa ide tentang penaklukan kapitalis oligarki dilakukan oleh kelompok mayoritas Islam reformis ?.

Demokrasi ala Presidensial merupakan perhitungan yang sepenuhnya dalam semangat liberalisme parlementer borjuasi, fraksi-fraksi parpol hanya memikirkan satu sisi, yakni sisi formal demokrasi, namun tidak mempertimbangkan sisi lainnya, yakni kedaulatan rakyat sesungguhnya dari demokrasi.

Rezim Joko Widodo lebih spesifik dari negara kelas borjuis yang membantu mematangkan dan mengembangkan  pertentangan yang kini ada dalam kapitalisme dan komunisme.

Maka teori introduksi Islam mengarah pada sosialisme, perlahan mengajukan reformasi progresif terhadap kepemilikan kapitalis dan negara yang terkontaminasi oleh oligraki.

Mayoritas penduduk muslim di Indonsia dikenal sebagai Islam reformis lebih menjadikan Pancasila dan UUD 1945 arahan kedaulatan rakyat, untuk itulah stigma MPR yang harus dikembalikan sebagai majelis tertinggi Negara.

Konsekuensi dari hukum-hukum obyektif masyarakat yang kini ada, satu dan lainnya berkembang dalam arah revolusi yang berlawanan dari kelompok status quo elite oligarki kapitalisme global. (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini