spot_img
Rabu, April 24, 2024
spot_img

Indef: Persoalan Minyak Goreng Memperjelas adanya Sabotase Ekonomi!

KNews.id- Persoalan minyak goreng (migor) yang terjadi selama dua bulan lebih diperkirakan terjadi karena ada sabotase ekonomi. Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Eko Listiyanto menjelaskan, sabotase ekonomi yang terjadi pada migor sangat jelas terlihat jika mengacu pada sejumlah ayat di Pasal 33 UUD 1945.

Setidaknya, ada tiga ayat di Pasal 33 UUD 1945 yang menggambarkan hal tersebut. Yakni, Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

- Advertisement -

Kemudian dilanjutkan dengan ayat (2) yang berbunyi: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

Untuk yang ketiga ada di Pasal 33 ayat (4) yang menyatakan: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

- Advertisement -

“Jelas sekali memang terjadi sabotase di ekonomi kita, terhadap komoditas yang kita penghasil terbesar di dunia,” ujar Eko dalam diskusi virtual Jakarta Journalist Center, Kamis (24/3).

Dalam catatannya, Eko melihat Indonesia memiliki crude palm oil (CPO) yang melimpah ruah jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia. Bahkan, stoknya berkali-kali lipat lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk konsumsi di dalam negeri.

- Advertisement -

“Sejagat ini enggak ada yang bisa menghasilkan CPO lebih besar dari Indonesia. Malaysia pun juga enggak bisa ngalahin kita. Apalagi Malaysia itu kebunnya sebagian ada di kita, tapi pemiliknya orang Malaysia,” papar Wakil Direktur Indef ini.

Maka dari itu, Eko menganggap sudah tepat jika persoalan minyak goreng ini adalah bagian dari sabotase ekonomi oleh gerombolan mafia migor yang kemungkinan berkelindan dengan oknum di pemerintahan.

“Buktinya apa? Ya situasi ini loh. Kita cuma tergantung 20 persen (konsumsi migor). 80 persen itu silakan kalau mau dinikmati untuk diekspor ke luar negeri. Tapi itu saja, kita tidak bisa mendapatkan harga yang tidak menggerus daya beli masyarakat. Ya ini sabotase menurut saya,” demikian Eko. (AHM/rmol)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini