“Pada akhirnya, situasi ini pula lah yang bisa menjelaskan mengapa tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih berada pada level yang teramat tinggi,” ulasnya.
Menurut Hardjuno, Indonesia telah berkali-kali melewatkan kesempatan (missopportunity) untuk melepaskan diri dari middle low income trap, tapi itu tidak dimanfaatkan dengan baik. Pasalnya pembuat kebijakan berulang kali membuat kesalahan fatal yaitu, utang yang tidak produktif dan mengabaikan sektor paling penting yaitu pertanian dan sektor riil.
“Maka tak heran GDP perkapita Indonesia jauh di bawah Malaysia dan juga Thailand. Krisis 1998 perbankan kita sudah hancur karena digunakan pemilik dan oligarki dalam kejahatan BLBI dan Obligasi Rekap BLBI,” jelas Hardjuno.
Hardjuno menjelaskan kredit property adalah kredit yang dikucurkan kepada konglomerat pengembang super blok mewah, mal-mal mewah, apartemen, dan kawasan-kawasan elit, yang sifatnya spekulatif. Berbeda dengan property kelas bawah yang sampai hari ini masih mengalami backlog (kekurangan suplai).