Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
KNews.id- Aspirasi usulan mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli untuk kemudian disempurnakan dengan adendum, akan dikemas seolah olah untuk melawan Oligarki dan merontokkan UUD 2002.
Justru oleh penguasa akan dijadikan bargaining posisition dengan perpanjangan masa jabatan Presiden. Dibungkus ide dalam kemasan seolah Presiden akan memenuhi aspirasi masyarakat. Dekrit kembali ke UUD 45 asli dengan adendum, dengan perpanjangan masa jabatan Presiden, akan nyasar ke Pasal 7 UUD45 naskah asli yang menyebutkan: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.” Interpretasi kalimatnya jelas: setelah masa jabatan pertama (5 tahun), dapat dipilih kembali (untuk masa jabatan 5 tahun ke-2 ), hanya sekali lagi, akan diubah boleh di pilih berkali kali.
Dalam rancangan adendum UUD 1945 asli, menjadi tidak ada pembatasan jabatan Presiden. Seorang Presiden, bisa menjadi Presiden berkali-kali tanpa ada batasan periode jabatan, seperti yang terjadi di era Rezim Soeharto. Ide ini sangat mungkin juga mengikuti dan terinspirasi sukses Xi Jinping yang akan bisa menjadi Presiden seumur hidup.
Ide kembali ke UUD 1945 asli ini justru akan menjadi makanan dan santapan oligarki, Presiden kembali berkali-kali dan tanpa perlu mengadakam Pilpres. Kekuatan finansial oligargi dipastikan akan membackup proses politiknya. Gambaran skenarionya agar mudah ditangkap dan dipahami masyarakat luas, bahwa : Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit yang isinya kembali ke UUD 1945 asli. Pemilu hanya untuk memilih Partai Politik, seperti era Orba. Pilpres cukup via MPR dimana syaratnya tidak ada lagi batasan 2 periode jabatan Presiden. Jokowi maju Capres lagi dan dimenangkan secara aklamasi oleh MPR RI.