Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Melestarikan alam dengan menjaga dan melindungi kehidupan margasatwa yang endemik, hal normatif yang merupakan kewajiban Pemerintahan daerah masing masing. Namun tidak dengan menghinakan adat budaya setempat.
Maka wajar ketika masyarakat Papua dari berbagai kalangan protes keras dan panas atas “insiden sengaja” terhadap pembakaran sejumlah besar Mahkota Cenderawasih, yakni budaya khas yang digunakan sebagai mahkota penutup kepala berhiaskan bulu Burung Cendrawasih, oleh otoritas konservasi di Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Tindakan tidak populer (pembakaran) dilakukan oleh petugas BBKSDA Papua ‘dihadiri’ sejumlah oknum berpakaian TNI, Polri, dan ASN pada 15 Oktober 2025
Diantara tokoh genuine (pribumi) sebagai ‘representatif’ masyarakat Papua meluap panas lalu vokal memprotes, Robert George Julius Wanma, anggota DPRD Papua Barat Daya, yang menyatakan;
“kekayaan alam Papua sudah dijarah habis-habisan oleh Indonesia, dan sekarang mereka menginjak-injak harga diri dan martabat orang Papua dengan semena-mena membakar lambang identitas mereka, Mahkota Cenderawasih”.
Sehingga pernyataan dari sosok tokoh ini disayangkan karena terprovokasi secara politis, yang bisa jadi sisi politis ini justru kondisi yang ingin ditarget oleh “Geng Solo ?” Yakni mendiskreditkan khusus ke pribadi presiden Prabowo, seolah tidak cakap dalam memimpin, pola nya adalah menunggangi sosialisasi regulasi perlindungan hewan endemik, yang ‘berkebetulan (?)’ yang ditengarai dilakukan oleh oknum oknum petugas secara tidak beradab, yakni “membakar identitas budaya lokal (mahkota cendrawasih)”.
Metode pecah belah ini, identik dengan suara keras saat terjadi demo pada 25 , 28 29 Agustus 2025 di Jakarta, yang minta Presiden Prabowo agar bertanggung jawab terhadap kekacauan dengan cara mundur dari kursi Presiden RI.
Suara keras ini muncul oleh sebab aksi demonstrasi di gedung DPR RI yang diduga sengaja menunggangi aksi para pengemudi ojol tersebut yang murni melakukan aksi dampak nyata akibat himpitan ekonomi dan ketersinggungan sosial implikasi keangkuhan beberapa wakil rakyat di Senayan yang mencederai masyarakat umumnya.
Lalu momen aksi tersebut menjadi ajang unjuk diri Gibran, hasilnya bukan simpati publik karena berhasil “Meredam Aksi Pengemudi Ojol,” sebaliknya malah banyak hujatan yang datang terhadap Gibran plus “tuduhan buruk publik”.
Maka selain menindak tegas Para Pelaku “pembakaran” terhadap identitas etnik dan budaya Papua, hendaknya aparat yang berwenang patut menyelidiki, apakah pola sosialisasi terhadap pelestarian lingkungan yang “sengaja” melanggar adab budaya Papua ini, ada intrik intrik politik yang sengaja ingin menjatuhkan Prabowo dari kursi RI 1 ?
Referensi narasi:
https://youtube.com/shorts/iJAme7OjQ9U
(FHD/NRS)



