KNews.id – Jakarta – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristianto, takut rumahnya digeruduk dan dijarah seperti Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Nasdem, Sahroni, lantaran menyebut kejahatan korupsi bukan kejahatan kemanusiaan.
Hal ini disampaikan kuasa hukum Hasto, Annisa Ismail, dalam sidang lanjutan gugatan uji materi perkara nomor 139/PUU-XXIII/2025 tentang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (1/10/2025).
Dalam sidang, Annisa menyampaikan catatan pribadi Hasto terkait pernyataan bahwa kasus korupsi bukan kejahatan kemanusiaan pada sidang perbaikan permohonan yang berlangsung 26 Agustus 2025.
Karena pernyataan tersebut menuai banyak reaksi warganet, sampai pada ancaman kepada Hasto seperti menyebarluaskan alamat rumah dan komentar pedas lainnya.
“Komentar-komentar tersebut berupa ancaman kepada kami dan juga klien kami, Pak Hasto,” kata kuasa hukum Hasto, Annisa Ismail, dalam Ruang Sidang Pleno, MK, Jakarta.
“Misalnya mencari letak rumah kami, ada juga yang menyerukan komentar atau ajakan agar rumahnya ini perlu digeruduk, dijarah, atau ‘di-Sahroni-kan’ menurut mereka,” tutur Annisa lagi.
Annisa merasa catatan ini perlu disampaikan agar tidak muncul lagi disinformasi terkait pernyataan tersebut.
Karena menurut Annisa, pernyataan Hasto terkait korupsi bukan kejahatan kemanusiaan berdasarkan hasil riset akademik yang menyebut korupsi adalah fenomena global di berbagai negara, bukan hanya untuk negara berkembang.
Dalam pernyataan ini, kuasa hukum Hasto sempat mengutip Statuta Roma terkait kategori kejahatan kemanusiaan.
Dalam Statuta tersebut secara tegas menyebut ada empat kategori kejahatan kemanusiaan, yakni genosida, kejahatan hak asasi manusia, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
Sebab itu, mereka menilai korupsi bukan kejahatan kemanusiaan.
“Jadi pada tanggal 1 September kami menyampaikan surat (ke MK) atas nama klien kami, Hasto Kristiyanto, yang mohon dianggap sebagai catatan kaki, pendapat pribadi dari beliau bahwa korupsi mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia,” tandasnya.
Gugatan UU Tipikor di MK soal obstruction of justice
Dalam konteks persidangan ini, gugatan UU Tipikor Pasal 21 terkait perintangan penegakan hukum kasus korupsi dilayangkan oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto karena dinilai ancaman pidananya lebih tinggi dari pidana pokok.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.
“Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional, dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok,” kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Untuk diketahui, obstruction of justice mensyaratkan adanya tindak pidana pokok yang menjadi obyek perintangan.
Maqdir mencontohkan, pada kasus suap, pelaku pemberi suap diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara, sedangkan pelaku yang merintangi kasus suap, seperti merusak barang bukti, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
“Nah, ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini,” tutur Maqdir.