KNews.id – Jakarta, Sidang lanjutan kasus dugaan importasi gula mengungkap ironi kondisi industri gula di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara penghasil gula lainnya.
Hal ini terungkap saat Hakim Anggota Alfis Setiawan bertanya kepada mantan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro, yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang hari ini.
Awalnya, hakim bertanya soal perbedaan harga produksi gula dari bahan baku tebu dengan gula mentah yang diimpor. Wahyu mengatakan, harga produksi dari tebu bisa mencapai Rp 10.000 per kg.
“Kenapa beda produksinya?” tanya Hakim Alfis dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).
“Jadi, memang itu uniknya industri gula yang mulia,” kata Wahyu. Tanah Bersertifikat di RI Untuk memberikan gambaran, Wahyu pun mengambil contoh kondisi industri gula di Brasil, salah satu negara penghasil gula terbesar di dunia.
“Di Brasil itu, di sana tebu diambil energinya, cogeneration. Jadi, untuk etanol, bahan bakar, listrik, itu semua diambil dari gula,” kata Wahyu. Gula yang sudah diambil energinya ini tidak dikonsumsi oleh Brasil, tetapi diekspor. “Sehingga gulanya itu (di Brasil) merupakan excess, enggak dikonsumsi ini karena sudah diambil energinya. Itulah yang diimpor ke Indonesia,” kata Wahyu lagi.
Ia mengatakan, harga gula mentah impor yang masuk itu di kisaran Rp 7.500 per kg. Karena masih mentah, gula ini diproses lagi agar bisa dikonsumsi di Indonesia. Untuk biaya proses ini diperkirakan butuh biaya Rp 1.000-2.000 per kg.
Wahyu menegaskan, biaya produksi dengan dua bahan baku ini tidak disandingkan karena modal yang terlampau jauh. “Pada prinsipnya, gula dunia surplus, Thailand surplus 12 juta, konsumsi dalam negeri (Thailand) hanya 3 juta. Itu (surplus gula) kebuang lah ke kita,” imbuhnya. Lebih lanjut, Wahyu mengatakan, harga gula yang diproduksi petani baru bisa naik kalau pemerintah menutup pintu impor gula.
“Kalau negara tidak memproteksi untuk melarang impor, barulah gula petani naik. Tapi impor dibuka, akan turun harga,” kata Wahyu. Namun, jika impor dilakukan, gula yang diproduksi petani akan anjlok harganya.
“Artinya, keran impor gula mentah itu dibuka, yang mana gula mentah itu kemudian diolah menjadi gula putih, itu ada konsekuensi ke petani ya?” tanya hakim Alfis.
“(Harga) pasti anjlok,” jawab Wahyu. Dalam kasus ini, sembilan terdakwa dari korporasi ini diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar. Awalnya, Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini.
Setelah proses persidangan bergulir, Tom dijatuhkan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan pidana 4,5 tahun penjara. Unsur Kesalahan dan Mens Rea Namun, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom. Tom pun bebas pada 1 Agustus 2025.
Abolisi yang diterima Tom ini menghapus proses hukum dan akibat hukum atas perbuatannya. Saat ini, diketahui ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Jadi Ahli di Sidang Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Sementara, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
Para terdakwa ini antara lain:
- Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG;
- Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo;
- Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat; Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; dan Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A.Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.