spot_img

Harapan Publik Beda Versi Dengan Aguan dan Mala In Se Untuk Seorang Jokowi

Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212.

KNews.id – Kasus vonis yang baru saja terhadap diri Harvey Moeis di PT. Timah, korupsi Surya Darmadi, korupsi PT TPPI dan kasus korupsi PT. Asabri dan korup di Jiwasraya, yang nominalnya hampir 500 triliun, semuanya tak terlepas daripada pola kepemimpinan buruk Jokowi (bad leadership) sehingga rendah kualitas disertai pola suka-suka dalam melakukan fungsi law enforcement, belum lagi terhadap beberapa kasus kerugian negara yang proses hukumnya amat telanjang di obstruksi melalui tangan politik kekuasaan Jokowi saat menjadi presiden, bahkan diantaranya yang terduga kuat terpapar korupsi justru menjadi anak emas. Karena ketika hukum menyentuh kolega Jokowi, Muhaimin Cs nyata justru dijadikan menteri-menteri sehingga anomali daripada prinsip kehati-hatian (Prudential principle).

- Advertisement -

Namun kontemporer, buruk kualitas yang mencerminkan karakteristik aparatur (behavior) suka-suka masih banyak yang serupa. Maka mudah-mudahan sisa “penyakit hukum” dengan pola Jokowi effect segera berganti dengan yang lebih baik oleh Presiden RI ke 8 Prabowo Subianto.

Maka dampak negatif penguasa di sektor penegakan hukum yang diantaranya masih berwajah lama, terbukti menuntut 12 tahun penjara kepada Harvey Moeis yang mencuri uang rakyat sebesar 271 trilliun, lalu tega-teganya majelis hakim menghukum dengan menyayat-nyayat hati rakyat bangsa ini, melalui vonis 6 tahun dan 6 bulan kurungan diikuti denda sekedar 210 milyar untuk Harvey Moeis.

- Advertisement -

Sehingga, andai dikaji tentang perilaku Jokowi selaku petugas partai yang dipecat pada 16 Desember 2024 memang pantas, bahkan keputusan PDIP harus diacungi jempol, walau agak telat dirasakan publik tentang ketegasan surat keputusan pemecatan terhadap KADER PARTAI YANG MAKAR terhadap partai PDIP yang menjadikan dirinya presiden selama dua periode. Bahkan Jokowi dari sudut tinjau hukum positif ketatanegaraan hukum pidana dalam ranah diskusi publik, status kebijakan politik hukumnya saat berkuasa Jokowi “PATUT DIDUGA MAKAR DALAM ARTI LUAS DAN SESUNGGUHNYA” ?

Dan akhirnya semua dapat disaksikan dan dirasakan pengaruh pemecatan Jokowi terhadap seorang Aguan rekan bisnis pensuplai bantuan untuk projek acak kadut IKN Aguan sudah mulai speak up mengeluh kepada publik. Dirinya “seolah mirip orang yang diperas (ditipu?)” oleh Jokowi yang kini justru lemah sudah kehilangan taring ketika projek PSN PIK 2 “hadiah dari Jokowi”, namun kini ketika kebijakan Jokowi “untuk pribadinya” yang belum seumur jagung dalam genggamannya dikeroyok oleh publik dan mulai diacak-acak dan bakal dicabut haknya sebagai pengembang oleh penguasa baru, Jokowi terdiam lemah.

Justru yang nampak oleh Aguan bukan memperkuat posisinya sebagai pengembang, malah “sibuk bersama KPK para kolega lamanya sibuk mengejar” Hasto Sekjen PDIP dalam kasus pelarian Harun Masiku.

Dan harapan publik justru berbeda dengan keputusasaan Aguan. Publik inginkan Pemerintah Pusat melalui Nusron Wahid selaku menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN segera selesaikan kajian terkait PSN PIK 2 lalu segera cabut izin PSN kemudian Aguan teriak lebih keras publis perilaku Jokowi yang banyak sesat dan menyesatkan perekonomian bangsa ini.

Karena prinsip hukum sesuai teori mala in se (natural crime) tindak pelanggaran dan pembangkangan hukum terhadap siapapun pelakunya (equal) maka harus ada proses hukum dan finis (due of process of law) hal akhir berupa putusan yang berkepastian hukum atau rechtmatigheid (legality) dengan vonis sanksi hukum bersalah dan atau penjara atau dinyatakan bebas.

(FHD/NRS)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini