spot_img

Hakim Tunggal Prapid Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Brutal

Oleh ; Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

KNews.id – Jakarta, Perlu digarisbawahi bahwasanya perkara tuduhan oleh KPK terhadap Hasto Kristiyanto merupakan delik pidana yang melanggar UU. Tipikor (obstruksi dan atau Gratifikasi) terkait kasus gratifikasi Harun Masiku terhadap pejabat publik KPU RI Wahyu Setiawan.

- Advertisement -

Adapun asas hukum peradilan pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan materiele waarheid atau kebenaran yang sebenar-benarnya kebenaran. Dan perlu diingat usia (durasi) jalannya persidangan prapid hanya 7 hari sampai dengan putusan sejak hakim tunggal mengetuk palu tanda dimulainya persidangan pertama dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Dan fungsi hukum KPK memang wajib mematuhi hukum acara sesuai KUHAP, sejak awal penyidikan (proses beracara). Maka patut dipertanyakan mengapa KPK tidak mau bersabar menunggu sekedar 7 hari demi upaya mendapatkan kebenaran yang sebenar-benarnya kebenaran (materiele waarheid), terlebih mengingat dan mempertimbangkan dari sisi psikologis resiko sanksi hukum terhadap Tersangka yang bakal didakwa adalah tuntutan penjara.

- Advertisement -

Nampaknya KPK menunjukan tidak percaya diri dengan pola kerja yang dilakukannya pada tingkat proses penyidikan, terlebih jika dihubungkan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi/ MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 yang tafsiran konstitusional nya menyatakan, “bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP inskonstitusional karena bertentangan dengan asas equality pada pasal 27 UUD 1945. Sehingga pasal KUHAP 82 ayat (1) huruf d dimaksud, berlaku dengan bersyarat sepanjang frasa ‘suatu perkara sudah mulai diperiksa’ tidak dimaknai permintaan praperadilan gugur ketika perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama oleh majelis hakim terhadap atas nama terdakwa/pemohon praperadilan”.

Adapun yang menjadi polemik pasca putusan MK tersebut adalah apakah yang dimaksud dengan sidang pertama?

Terhadap penafsiran ini ada 2 (dua) pendapat hukum yang berbeda perihal sidang pertama, yaitu:

1. Saat pembacaan surat dakwaan, pada saat pemeriksaan identitas;
2. Saat hakim ketua mengetuk palu tanda sidang pertama pokok perkara dimulai.

Maka setidaknya makna hukumnya adalah, dalam hal suatu perkara yang terhadap pokok perkaranya sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur. Dan hal terkait gugurnya prapid harus dituangkan dalam bentuk penetapan.

Lalu bagaimana dalam hubungan hukumnya dengan perkara Hasto, bahwa yang sebenarnya Hasto telah mendaftarkan prapid-nya (14/2/2025) sebelum Penuntut Umum KPK mendaftarkan perkara pidana (7 Maret 2025) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Artinya pokok perkara belum sama sekali dimulai di Pengadilan Jakarta Pusat, sebaliknya realitas perkara prapid sudah dimulai pada Senin 3 Maret 2025. Namun KPK berstrategi, tidak hadir pada jadwal sidang pertama tersebut. Lalu diketahui ternyata KPK mengejar waktu pendaftaran perkara pidana Terhadap Tersangka/ TSK Hasto untuk dijadikan status sebagai Terdakwa/TDW pada 7 Maret 2025.

- Advertisement -

Namun setelah penundaan oleh sebab KPK tidak hadir pada jadwal yang seharusnya menjadi sidang yang pertama Prapid yang dimohonkan oleh Hasto (3 Maret 2025), ternyata hakim prapid PN. selatan menetapkan gugatan/Permohonan Prapid dari Hasto gugur demi hukum oleh sebab pokok perkara telah didaftarkan oleh Jaksa Penuntut umum /JPU KPK pada 7 Maret 2025.

Maka, hal penetapan gugurnya permohonan Prapid dari Hasto di PN Jakarta Selatan, menunjukan hakim prapid tunggal dimaksud berperilaku brutal oleh sebab hukum, hakim tunggal tersebut telah nyata-nyata sengaja melakukan pelanggaran terhadap Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 yang final and binding atau mengikat layaknya undang-undang.

Sehingga dari sisi kacamata masyarakat hukum, perilaku yudikatif saat ini tidak mengalami perubahan ke yang lebih baik dari rezim di era Jokowi, walau rezim penguasa tertinggi telah berganti sosok namun indikasi praktik penegak serta penegakan hukumnya (law behavior) masih kental dengan aroma politik kekuasaan yang sering mengedepankan pola suka-suka.

Sehingga pendapat yang menjadi kesimpulan penulis, KPK RI seolah sekedar dendam dan ingin menghukum Hasto bukan demi fungsi penegakan hukum.

(FHD/NRS)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini