spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Gila! Filipina Makin “Ngotot” Mau Ikut Perang

KNews.id- Rusia dan Ukraina batal mengakhiri perang. Ini tercermin dari hasil pertemuan delegasi masing-masing negara pada Kamis (10/3), namun tidak ada kesepakatan konkret untuk mengakhiri perang. CNBCInternasional menulis, diskusi antara Menlu Rusia Sergey Lavrov dan Menlu Ukraina Dmytro Kuleba hanya berlangsung 1,5 jam.

Tidak ada kemajuan yang berarti dalam pembahasan gencatan senjata maupun jalur evakuasi warga sipil dari kota Mariupol. Kuleba mengatakan pembicaraan itu berlangsung mudah sekaligus sulit.

- Advertisement -

“Mudah karena Menteri Lavrov pada dasarnya mengikuti narasi tradisionalnya tentang Ukraina, tapi sulit karena saya berusaha melakukan yang terbaik untuk menemukan solusi diplomatik atas tragedi kemanusiaan di medan pertempuran di kota yang terkepung,” katanya, dikutip Sabtu (12/3).

Kuleba juga menyatakan tidak ada kesepakatan terkait usulan Ukraina untuk gencatan senjata selama 24 jam maupun koridor keselamatan sebagai jalur evakuasi warga sipil dari Mariupol.

- Advertisement -

Tidak adanya rencana perang dapat berhenti dalam waktu dekat ini. Pemerintah Filipina menyebut siap membantu Amerika Serikat (AS) jika terjadi pertempuran melawan Rusia pasca serangan Moskow ke Ukraina. Dukungan ini juga menjadi bagian dari perjanjian pertahanan bersama yang diteken pada 1951 lalu.

Melansir, Associated Press (AP) Kamis (10/3), Duta Besar Filipina untuk Amerika Serikat, Jose Manuel Romualdez, menyebut serangan Rusia ke Ukraina merupakan hal yang salah di mata Presiden Rodrigo Duterte. Sehingga Manila mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menuntut penghentian segera serangan Moskow ke Rusia.

- Advertisement -

“Jika mereka meminta dukungan dari Filipina, sangat jelas bahwa, tentu saja, jika ada dorongan, Filipina akan siap untuk menjadi bagian dari upaya, terutama jika krisis Ukraina ini meluas ke Wilayah Asia,” kata Romualdez dalam briefing online dengan wartawan.

“Beri mereka jaminan bahwa jika diperlukan, Filipina siap menawarkan fasilitas apa pun atau hal apa pun yang dibutuhkan AS untuk menjadi sekutu utama kami.”

Namun sampai saat ini Filipina belum berpikir mau menjatuhkan sanksi ke Rusia seperti apa yang dilakukan negara Barat. Dalam perjanjian pertahanan bersama pada 1951 itu, mewajibkan AS dan Filipina saling membantu jika terjadi serangan.

Hal ini juga terlihat dari bantuan AS kepada Filipina pasca ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan. Sementara itu, Washington sendiri telah menjalin hubungan dengan negara-negara ASEAN. Pada 28 Maret nanti, ASEAN dan AS akan menyelenggarakan KTT khusus antara kedua pihak. (AHM/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini