KNews.id – Jakarta, Pemerintah Indonesia menghadapi “pukulan ganda” terkait Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 kg atau yang dikenal sebagai “gas melon”. Masalah pertama adalah nilai subsidi yang terus meningkat seiring bertambahnya permintaan masyarakat, bahkan sempat melampaui Rp100 triliun pada tahun 2022.
Pukulan kedua adalah biaya impor gas alam yang juga terus melonjak untuk memenuhi kebutuhan domestik yang tidak sebanding dengan produksi dalam negeri. Ketergantungan terhadap impor sangat tinggi, di mana pada tahun 2024, sekitar 77,64% kebutuhan LPG domestik dipenuhi dari luar negeri.
Rendahnya produksi LPG domestik disebabkan oleh beberapa faktor, terutama terbatasnya fasilitas fraksinasi yang berfungsi untuk memisahkan propana dan butana dari gas alam. Pembangunan fasilitas ini memerlukan biaya yang sangat besar, sehingga kilang yang ada lebih memilih untuk fokus pada ekspor LNG yang lebih menguntungkan. Akibatnya, produksi LPG dalam negeri cenderung stagnan selama dua dekade terakhir, sementara konsumsi terus meningkat tajam sejak program konversi minyak tanah ke gas pada tahun 2007.
Kesenjangan yang lebar antara harga subsidi dan harga keekonomian telah memicu berbagai masalah turunan. Salah satu yang paling marak adalah praktik curang “LPG oplosan”, di mana isi gas dari tabung 3 kg bersubsidi dipindahkan ke tabung 12 kg non-subsidi untuk dijual dengan harga lebih mahal. Selain merugikan negara dan menyebabkan kelangkaan bagi masyarakat , laporan ini juga menyoroti adanya potensi aliran dana gelap (illicit financial flow) melalui praktik trade misinvoicing atau pemalsuan faktur dalam transaksi ekspor-impor gas dengan beberapa negara mitra dagang utama.
Untuk keluar dari jebakan ini, laporan tersebut merekomendasikan beberapa langkah strategis. Di antaranya adalah mendorong investasi pada infrastruktur LPG, meningkatkan produksi domestik, dan memperluas jaringan gas kota (jargas) sebagai alternatif. Selain itu, pemerintah juga mencoba mengembangkan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi LPG. Reformasi mekanisme subsidi agar lebih tepat sasaran serta peningkatan transparansi dalam perdagangan gas untuk menutup celah aliran dana gelap menjadi kunci penting untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif.
Narahubung
Research Coordinator Next Indonesia Center,
Phone: ‪+62 823-1016-5120
(FHD/NRS)



