spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Faisal Basri: OJK Abai Awasi Industri Asuransi

KNews.id- Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, mengkritik kinerja OJK lantaran abai melakukan pengawasan terhadap sektor keuangan di Indonesia. Lemahnya penegakan peraturan dan ketiadaan pengawasan oleh OJK sebagai lembaga independen yang diberikan kewenangan untuk mengawasi industri keuangan menyebabkan Asuransi Jiwasraya terkena dampaknya.

“Perusahan asuransi adalah industri yang heavey regulated. Peraturannya sangat ketat. Bahkan sekarang, laporan keuangannya diminta baik laporan bulan, triwulanan maupun enam bulanan. Pokoknya sangat ketat sekali. Oleh karena itu, ada yang abai. OJK abai,” ujar Faisal dalam acara webinar yang digelar di  Jakarta.

- Advertisement -

Faisal menilai OJK abai dalam mengantisipasi permasalahan. Padahal, OJK, telah diberikan kekuasaan penuh oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan itu antara seperti memberikan izin operasi perusahaan asuransi, mengeluarkan izin berbagai produk asuransi, lalu mengawasi perusahaan asuransi, hingga membuat aturannya. Namun sayangnya, kata dia, OJK masih abai menjalankan “tupoksinya” sehingga berdampak kepada Jiwasraya.

“Sudah sepatutnya OJK bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Jiwasraya. OJK juga yang diberikan tugas mengawasi perusahaan asuransi. OJK membuat aturan. Jika terjadi pelanggaran, OJK-lah yang menyidik, menuntut, dan mengenakan sanksi,” tegasnya.

- Advertisement -

Ketidakhadiran OJK melakukan pengawasan terhadap Asuransi Jiwasraya ini membuat banyak masyarakat mulai mempertanyakan eksistensi lembaga superbody di sektor keuangan ini. Apalagi, bukan kali ini saja permasalahan menimpa perusahaan asuransi.

Sebelum kasus Asuransi Jiwasraya ini, banyak sekali kasus skandal keuangan yang merugikan banyak orang seperti kasus First Travel, Koperasi Pendawa Depok, kasus PT Minna Padi Asset Management (MPAM) dll.

- Advertisement -

“Wajar jika banyak kalangan mulai mempertanyakan keberadaan OJK. Bukan saja kewenangannya terhadap perusahaan asuransi, melainkan juga terhadap perbankan, lembaga keuangan bukan bank, pasar modal, dan fintek,” ucapnya.

Faisal mempertanyakan siapa yang mengawasi OJK dan kepada siapa OJK harus melapor. Karenanya, penguatan institusi darurat untuk dilakukan, karena menyangkut organ perekonomian yang vital.

“Karena lembaga keuangan merupakan jantung perekonomian, jika terjadi serangan jantung, seluruh organ tubuh perekonomian bakal terdampak,” tuturnya.

Ia juga turut mempertanyakan sikap Kemenkeu yang sampai sekarang belum merealisasikan amanat Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 yang seharusnya sudah hadir pada Oktober 2017 tentang Perasuransian. Dalam Bab XI Perlindungan Polis, Tertanggung atau Perserta, Pasal 53 ayat 1 menyebutkan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.

Bahkan dalam Pasal 4 UU nomor 40 tahun 2014 juga mengatur mengenai UU sebagai okum okum program penjaminan polis dibentuk paling lama tiga tahun sejak beleid tersebut diundangkan atau pada 2017. Berdasarkan UU tersebut jelasnya seharusnya program penjaminan polis sudah oku dirasakan saat ini. Namun sayangnya, aturan yang menjadi okum okum penjaminan polis itu belum terbit.

“Semestinya, Kementerian Keuangan harus berinisiatif  membuat naskahnya. Demikian juga DPR,” pungkasnya. (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini