spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Fadli Zon Kritik Rencana Polri Bentuk Satgas Cegah Politik Identitas

KNews – Fadli Zon kritik rencana polri bentuk satgas cegah politik identitas. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik rencana Polri membentuk satuan tugas atau Satgas guna mencegah politik identitas menjelang Pemilu 2024.

“Menurut saya berlebihan. Kalau tujuannya sebatas  mencegah hoax, tak ada masalah. Namun, ada banyak hal yang perlu dijelaskan sebelum polisi menempatkan isu politik identitas seolah adalah kejahatan atau tindakan melawan hukum. Misalnya, apa yang dimaksud sebagai politik identitas? Sejak kapan politik identitas menjadi kejahatan? Apa dasar hukum menempatkannya sebagai kejahatan?” uja Fadli Zon lewat keterangan tertulis, Rabu, 29 Juni 2022.

- Advertisement -

Secara akademis, kata Fadli, konsep politik identitas bersifat netral. Dalam banyak kasus, lanjut dia, politik identitas justru digunakan sebagai wacana inklusif untuk membela kelompok termarjinalkan, yang selama ini telah diperlakukan tidak adil oleh negara.

Francis Fukuyama menyebutnya sebagai “isothymia”, yaitu suatu perjuangan untuk mendapatkan pengakuan (recognition) serta martabat (dignity).

- Advertisement -

“Jadi, menurut saya bahaya sekali jika aparat penegak hukum atau institusi negara secara insinuatif tiba-tiba menempatkan politik-identitas sebagai wacana kotor, atau jahat, yang harus diperangi. Dasar hukum dan dasar akademisnya apa?,” tuturnya.

Sebagai bangsa yang majemuk, Fadli menilai Indonesia memang rentan terhadap konflik berbasis identitas. Namun, mengeksploitasi kekhawatiran atas nama politik-identitas secara konseptual dinilainya sebagai langkah yang salah.

- Advertisement -

Fadli menyampaikan dua argumentasi. Pertama, ia menilai identitas tidak dapat dipisahkan dari politik. Bahkan semua yang berkaitan dengan politik, ujar dia, sebenarnya selalu terkait dengan identitas, baik itu agama, ideologi, ras, dan kelas.

Pemilihan kepala daerah misalnya, lanjut dia, seringkali mempertimbangkan asal daerah, kadang latar belakang agama, bahkan ras.

“Kedua, sejak awal saya berpendapat bahwa ancaman keterbelahan kita bukanlah politik-identitas, melainkan kesenjangan ekonomi yang mengganggu rasa keadilan sosial. Inilah yang dipotret oleh Norris dan Inglehart ketika menelusuri penyebab utama lahirnya populisme. Keduanya sepakat bahwa populisme akan selalu terkait dengan kesenjangan ekonomi dan benturan kebudayaan,” ujar dia.

Dalam konteks Indonesia, menurut Fadli, gesekan antar kelompok di tengah hajatan politik bukanlah berangkat dari tergerusnya komitmen masyarakat terhadap persatuan, tapi lebih karena dipancing oleh meningkatnya ketidakadilan sosial, politik, hukum dan ekonomi.

“Inilah yang menjadi faktor utama keterbelahan politik belakangan ini. Jika pemerintah taat kepada prinsip good governance, clean governance, hukum ditegakkan secara adil, peraturan perundangan disusun dengan melibatkan masyarakat, kebijakan publik tidak mencederai rasa keadilan masyarakat, saya kira tidak akan muncul gesekan berarti,” ujar dia.

Di samping itu, Fadli menilai gesekan juga terjadi karena lemahnya pemimpin. “Pemimpin kita tak pernah sabdo pandito ratu, ucapannya tidak menyatu dengan perbuatannya, sehingga menimbulkan public distrust, ketidakpercayaan publik,” tuturnya.

Fadli melihat wacana politik-identitas ini telah dikampanyekan sedemikian rupa, seolah otomatis negatif, sebagai upaya menekan kelompok politik tertentu.

“Apalagi, selama ini isu politik-identitas memang dinilai menurut standar ganda dalam dunia politik kita. Tahun 2019, ketika Presiden Joko Widodo jelas-jelas memilih seorang kyai sebagai calon wakil presidennya, kenapa tak ada yang melihat strategi politik itu sebagai politik-identitas, misalnya?” tuturnya

Itu sebabnya, Fadli meminta aparat tidak gegabah dan harus hati-hati dalam mendudukkan apa yang dimaksud dengan politik identitas.

“Tanpa argumentasi akademis dan hukum yang memadai, lontaran terkait politik-identitas bisa mencederai proses demokrasi Pemilu 2024. Jangan sampai aparat kita menjadi polisi demokrasi, yang bisa mendefinisikan persoalan-persoalan demokrasi hanya menurut persepsi sendiri,” ujar Fadli.

Rencana Polri membentuk Satgas yang salah satu fungsinya mencegah politik identitas menjelang Pilkada dan Pilpres 2024, diungkapkan medio Juni lalu. Satuan tugas tersebut diberi mama Satgas Nusantara.

“Untuk mencegah politik identitas dan provokasi, maka Polri dan stakeholders terkait bersama dengan KPU, Bawaslu, Parpol kontestasi pemilu bersama-sama menyiapkan satgas-satgas,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa, 14 Juni 2022.

Dedi mengatakan pembentukan Satgas ini bertujuan memberikan sosialisasi, edukasi, serta literasi kampanye yang bermartabat, menjaga etika, toleransi, moderasi beragama, dan menjaga persatuan.

Polri juga akan mengaktifkan patroli siber bersama untuk memberikan peringatan kepada orang-orang yang menyebar konten-konten provokatif.

“Gakkum merupakan ultimum remedium agar kasus-kasus hoax, hate speech, dan lain-lain tidak terjadi berulang dan masif,” kata dia. (RKZ/tempo)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini