spot_img
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Ekonomi Melambat, S&P Mengingatkan Beban Utang Indonesia Mengancam!

KNews.id- Kinerja fiskal yang terbebani karena masih tingginya lonjakan kasus penularan Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini akan melambat. Defisit APBN diperkirakan juga bisa melebar hingga lebih dari 6% terhadap PDB.

Pun jika pemerintah tidak segera bangun dari keterpurukan ekonomi, maka beban fiskal diperkirakan akan semakin parah. Tak terkecuali beban utang Indonesia. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Economist Asia-Pacific S&P Global Ratings Vishrut Rana dalam sebuah webinar.

- Advertisement -

“Sebagai akibat dari kondisi ekonomi yang lebih lemah di tengah wabah virus yang parah, kami memperkirakan defisit pemerintah secara umum sebesar 6% dari PDB pada tahun 2021,” ujarnya.

Proyeksi defisit APBN 6% dari PDB tersebut karena pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya akan tumbuh 2,3% – 3,4% tahun ini. Adapun proyeksi defisit APBN 2021 dari S&P Global Ratings tersebut jauh dari target pemerintah 5,7% dari PDB.

- Advertisement -

“Defisit yang lebih tinggi tahun ini sebagian besar akan menjadi hasil dari pemulihan pendapatan yang lebih lemah dari yang diantisipasi sebelumnya,” kata Vishrut melanjutkan.

Vishrut mengungkapkan bahwa adanya pelebaran defisit APBN 2021 ini akan berdampak signifikan terhadap kerangka fiskal jangka menengah Indonesia, mengingat peringkat utang Indonesia saat ini berada pada level BBB/Negatif/A-2.

- Advertisement -

Adapun target pemerintah untuk defisit APBN 2022 mencapai 4,8% dan kembali sebesar 3% pada 2023 dan seterusnya. Menurut Vishrut target tersebut akan menjadi tantangan tersendiri untuk bisa tercapai. Karena semua itu tergantung seberapa cepat ekonomi di Indonesia bisa pulih.

“Sementara pemerintah telah memperdebatkan langkah-langkah yang menghasilkan pendapatan tambahan yang akan mendukung laju konsolidasi defisit yang lebih cepat, akan sulit untuk menerapkannya sampai pemulihan berada pada pijakan yang jauh lebih kuat,” ujarnya.

Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat di batas bawah 2,3%, maka defisit APBN 2021 juga diperkirakan akan lebih tinggi yakni sebesar 6,3% dari PDB. Pemerintah pun diminta untuk hati-hati, karena pemulihan ekonomi yang berlarut-larut akan semakin memperburuk fiskal Indonesia keseluruhan, terutama beban utang Indonesia.

“Defisit yang lebih tinggi dan basis pendapatan yang lebih rendah akan memberikan tekanan tambahan pada beban bunga dan metrik utang Indonesia, yang lebih lemah daripada sebelum pandemi,” jelas Vishrut.

“Defisit jangka pendek yang lebih tinggi ini akan membuat konsolidasi di masa depan lebih sulit, karena pemerintah dapat merusak pemulihan yang baru lahir dengan menarik dukungan fiskal terlalu cepat,” kata Vishrut melanjutkan.

Sebagai tambahan informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi pembiayaan utang hingga Semester I 2021 telah mencapai Rp 443 triliun atau 37,6% dari target APBN.

Pemerintah memperkirakan tambahan utang pada tahun ini tidak sebanyak yang dibayangkan awalnya. Jumlahnya pun cukup besar, yaitu mencapai Rp 219,3 triliun.

Padahal, pemerintah menargetkan pembiayaan utang pada 2021 sebesar Rp 1.177,4 triliun seiring dengan defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,7%.

“Ini hal yang bagus. Kita bisa mengurangi kenaikan utang, yang tadinya Rp 1.177 triliun jadi Rp 958 triliun atau turun 18,6%,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (12/7). (AHM/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini