spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

DPR Sebut MK Tak Berhak Ubah Sistem Pemilu Jika Tak Langgar Konstitusi

KNews.id- Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tak berhak mengubah sistem pemilu jika tak melanggar UUD 1945.

Menurut Doli, bukan ranah MK untuk menentukan sistem yang cocok atau tidak cocok. Sebab menurut dia, perubahan atau perbaikan sistem pemilu hanya bisa dilakukan lewat revisi undang-undang.

- Advertisement -

“Ranah hakim konstitusi hanya memutuskan apakah ini bertentangan dengan undang-undang atau tidak. Bukan mana yang cocok atau mana yang harus dijalankan,” ucap Doli di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (30/5).

Menurutnya bila MK sampai memutuskan satu sistem pemilu inkonstitusional, maka DPR akan tertutup ruang untuk membahasnya. Sehingga, tegas Doli, perbaikan atau penyempurnaan sistem pemilu Indonesia sulit dilakukan.

- Advertisement -

Oleh karena itu, politikus Golkar itu menyebut pembatalan satu sistem pemilu melanggar hak kebebasan berpikir. Padahal, perbaikan mestinya bisa dilalukan bersama lewat revisi undang-undang.

“Untuk menyempurnakan sistem Pemilu paling baik adalah dengan revisi undang-undang. Kalau nanti revisi Undang-undang dibatasi maka ada satu sistem pemilu yang tidak bisa kita bahas lagi karena tidak konstitusional,” kata dia.

- Advertisement -

Doli menyebut meskipun gugatan di MK memang hanya terkait satu pasal di UU Pemilu, menurutnya akan pula bakal berdampak terhadap 20 pasal lain seperti kampanye hingga rekapitulasi suara.

“Apakah itu akan diubah oleh hakim konstitusi. Sementara itu tidak di-judicial review. Kalau tidak diubah apakah akan diubah dengan revisi UU lagi, atau dengan Perppu,” katanya.

Ancaman DPR hingga singgung anggaran
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman mengingatkan soal kewenangan legislasi yang dimiliki lembaganya jika MK mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Pernyataan itu disampaikan Habib dalam jumpa pers delapan fraksi DPR yang menyatakan penolakan terhadap perubahan sistem pemilu proporsional terbuka.

Pertemuan itu merespons klaim advokat Denny Indrayana yang mengaku mendengar informasi MK bakal mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Habib menyatakan bahwa mayoritas fraksi DPR tak ingin saling unjuk kekuasaan. Namun, dia mengingatkan DPR juga memiliki kewenangan legislasi jika MK kukuh memilih sistem proporsional tertutup.

“Kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, tapi juga kita akan mengingatkan bahwa kami legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras,” kata Habib di kompleks parlemen, Selasa.

“Kami juga akan menggunakan kewenangan kami ya, begitu juga dalam konteks budgeting kami juga ada kewenangan,” imbuh Habib.

Pada kesempatan itu, sejumlah perwakilan delapan fraksi DPR menyatakan menolak perubahan sistem pemilu. Delapan fraksi di DPR itu adalah Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, PKS, Demokrat, PPP, dan PAN.

Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menilai bahwa sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sebagai sistem terbaik. Ibas mendorong agar putusan MK mestinya bersifat open legal policy sehingga diserahkan kepada DPR untuk pengaturan lebih rinci.

Menurut dia, MK tak bisa memutuskan norma baru apalagi yang bisa memancing kegaduhan di tengah masyarakat.

“Kami mendukung sistem proporsional terbuka. Kita tidak ingin mendapat calon anggota DPR seperti membeli kucing dalam karung,” ucap Ibas.

Delapan dari sembilan fraksi DPR hari ini dijadwalkan kembali bertemu untuk menyuarakan penolakan wacana perubahan sistem pemilu menjadi tertutup. Wacana itu kembali mengemuka menyusu klaim info MK bakal mengabulkan gugatan sistem proporsional tertutup.  (RZ/CNN)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini