spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Dirut KRAS Ungkap Permintaan Baja Global Tetap Kuat di 2023

KNews.id- Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sekaligus Chairman South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI), Purwono Widodo berkesempatan menyampaikan proyeksi industri baja global dan ASEAN di acara 2023 SEAISI Conference & Exhibition di Manila, Filipina, Senin (22/5) lalu.

Dalam pidatonya, dia mengungkapkan bahwa World Steel Association telah memproyeksikan permintaan baja global pada tahun 2023 setidaknya akan tumbuh sebesar 1,1% untuk mencapai sekitar 1,8 miliar metrik ton.

- Advertisement -

Sedangkan permintaan baja di kawasan ASEAN diperkirakan mencapai 77,9 juta ton, atau meningkat 3,5 juta ton dari kebutuhan tahun 2022 ton yang sebesar 75,3 juta ton. Sedangkan untuk total produksi ditaksir mencapai sebesar 58,5 juta ton atau meningkat 9,1% dari produksi di tahun sebelumnya.

“Ekspor dari ASEAN juga terus meningkat sejak tahun 2016 dengan total ekspor 8,6 juta ton dan menjadi 25,1 juta ton pada tahun 2022. Meskipun ada perkembangan positif dari permintaan, produksi, dan ekspor, penting untuk dicatat bahwa ASEAN adalah importir baja yang besar selama bertahun-tahun,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/5/2023).

- Advertisement -

Dia juga menambahkan bahwa di tahun 2022 jumlah impor baja ASEAN mencapai 44,5 juta ton atau lebih dari 57% kebutuhan baja ASEAN. Meski begitu, semua catatan positif tersebut menurutnya melahirkan tantangan tersendiri di kawasan ASEAN.

Misalnya seperti untuk menurunkan tingkat impor sebanyak mungkin dan meningkatkan produksi baja di regional ASEAN. Selain itu, Industri baja ASEAN juga menghadapi tantangan lain berupa kelebihan potensial kapasitas.

- Advertisement -

SEAISI memperkirakan penambahan kapasitas baja di ASEAN akan mencapai 90 juta ton dalam 5-10 tahun mendatang, didominasi oleh investasi dari Cina. Kapasitas tambahan ini sangat besar dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan baja ASEAN.

Untuk itu, menurutnya industri baja ASEAN harus bekerja sama untuk melindungi pasar regional dari praktik perdagangan yang tidak adil dari sumber kelebihan kapasitas dengan harga impor yang rendah sehingga menyebabkan injury pada industri baja domestik di ASEAN.

Di sisi lain, ASEAN juga sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi pada 2021 United Nation Climate Change Conference (COP26) dan bekerja menuju mitigasi perubahan iklim, dimulai dengan mengajukan kebijakan untuk pengendalian emisi karbon.

Sebagai salah satu industri yang paling intensif dengan karbon, industri baja ASEAN tentunya akan terdampak dari target pengurangan emisi karbon. SEAISI sendiri sebelumnya telah memperkirakan bahwa akan ada ledakan peningkatan emisi karbon pada industri baja ASEAN hingga tiga kali lipat jika teknologi net-zero carbon tidak diterapkan.

“Oleh karena itu, SEAISI dan AISC akan mengembangkan roadmap industri baja net zero carbon dan terus berupaya menemukan cara untuk mengurangi emisi karbon industri baja di ASEAN secara efektif,” jelasnya.

Dengan adanya wadah SEAISI ini, Purwono mengajak seluruh pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan kerja sama dan kolaborasi industri baja dengan mengadopsi digitalisasi dalam bentuk otomatisasi maupun pemantauan sistem produksi secara online.

Hal itu karena menurutnya teknologi digital akan membawa tingkat efisiensi dan produktivitas baru serta mendukung industri baja ASEAN dalam mengembangkan daya saing global.

“Saya percaya SEAISI akan memainkan peran kunci penting untuk menghasilkan ide maupun solusi yang mungkin menjadi jawaban untuk masalah dan tantangan industri baja ke depan,” tutup Purwono,” pungkasnya. (RZ/CNBC)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini