spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Dear Pak Jokowi, Ini APBN Ending-nya Mau Kayak Gimana?

KNews.id- Pemerintah sudah menyiapkan berbagai skenario dari pandemi covid-19. Tapi rasanya, kondisi hari ini menunjukkan tak ada lagi skenario yang relevan. Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga dibagi per level tidak cukup mampu menurunkan kasus covid-19 sangat signifikan.

Turun iya, dari yang tadinya hampir mencapai 60 ribu menjadi 30 ribu kasus sehari. Sementara target di bawah 10 ribu. Begitu juga dengan kasus kematian. Jangankan turun, angka kematian akibat covid terus naik. Dalam sepekan terakhir bahkan berada di kisaran 1500 orang sampai 2000 orang per hari.

- Advertisement -

Hari ini, PPKM berakhir. Belum jelas kebijakan yang akan diambil. Namun dari data terakhir bisa diasumsikan pengetatan masih berlangsung. Kecuali pemerintah punya alasan lain mengesampingkan jeritan tangis mereka yang terinfeksi virus.

Bila diperpanjang, tentu dampak ke perekonomian lebih buruk. Skenario pemerintah, PPKM berjalan selama 6 minggu, yaitu sampai pekan pertama Agustus 2021, bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi menjadi 3,7% dari yang tadinya 5%. Pukulan terbesar adalah di konsumsi rumah tangga. Terlihat dari deflasi harga barang dan jasa selama PPKM berlangsung di bulan Juli.

- Advertisement -

“Kami mengamati harga pangan dan biaya transportasi sebagian besar mencatat deflasi bulanan di tengah pemberlakuan PPKM darurat, yang melemahkan permintaan dan membatasi mobilitas masyarakat,” kata Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia.

Andry memperkirakan kenaikan permintaan baru bisa kembali meningkat pada kuartal IV-2021. Inflasi akhir tahun berdasarkan proyeksinya adalah 2,28% atau di atas tahun lalu yang sebesar 1,68%.

- Advertisement -

Belanja pemerintah yang harusnya mendorong pertumbuhan ekonomi ternyata tak sesuai harapan. Apalagi lambatnya kinerja pemerintah daerah. Terlihat dari dana pemda yang tersimpan di bank justru naik menjadi Rp 190 triliun hingga akhir Juni 2021.

Investasi akan terpengaruh sentimen kaburnya warga negara asing (WNA) dari Indonesia dalam sebulan terakhir. Mulai dari China, Jepang, Taiwan hingga Arab Saudi diharuskan pulang seiring dengan kekhawatiran mereka atas pengelolaan lonjakan covid di Indonesia. Target investasi tahun ini Rp 900 triliun.

Ekspor berada dalam tren bagus akibat lonjakan harga minyak dan komoditas lain seperti batu bara, crude palm oil, tembaga dan lainnya. Diharapkan itu bisa berlangsung hingga akhir tahun.

Semua harus menerima, pemulihan ekonomi ternyata lesu di tengah tahun. Masih bergerak pulih, tapi ya tidak secepat dibayangkan. Hal ini akhirnya akan berpengaruh besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Undang-undang (UU) no. 2 tahun 2020 menentukan batas defisit anggaran harus kembali ke bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 mendatang. Hanya tersisa kurang dari dua tahun lagi.

Penurunan defisit tidak bisa dadakan seperti jualan tahu bulat. Ini harus dilakukan secara gradual sehingga terhindar dari goncangan atau efek negatif terhadap perekonomian. Sederhananya, duit bantuan ratusan triliun yang kini ada bakal dihapus nanti. Makanya pemerintah menyusun skenario. Tahun ini defisit anggaran 5,7% dan pada 2022 diperkirakan 4,51-4,85%. Kemudian 2023 akan turun menjadi 2,71-2,97%. Selanjutnya pada 2024 defisit akan dijaga pada kisaran yang hampir sama.

Sementara itu pendapatan negara pada 2022 ditargetkan tumbuh 10,18-10,44%. Pada 2023 diproyeksikan tumbuh 10,19-10,89% dan 2024 nantinya diharapkan bisa di atas 11%.

Belanja negara turun drastis dengan pertumbuhan 14,69-15,30% pada 2022 menjadi 12,90-13,86% pada tahun berikutnya. Asumsi tersebut dengan pertimbangan perekonomian di 2023 cukup resilien untuk menahan dampak dari turunnya belanja negara.

“Di 2023 untuk kembali defisit dibawah 3% agak kurang realistis dengan PPKM darurat ini,” ungkap Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia.

David menyarankan agar pemerintah memperpanjang hingga 2025 mendatang.

“Karena agak sulit, kalau defisit dikurangin, artinya kan ekonomi direm mendadak. Padahal di masa pemulihan daya dorong datang dari APBN,” terangnya.

Dari perpanjangan tersebut, maka pemerintah tetap bisa menarik utang baru sekitar Rp 1.000 triliun setiap tahunnya demi mencukupi dana belanja yang mencapai Rp 700-800 triliun untuk pemulihan ekonomi. Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat hal yang senada. Hanya saja pemerintah harus membangun komunikasi yang baik dengan investor dan lembaga pemeringkat internasional. Sebab bisa berakibat pada penurunan peringkat utang Indonesia.

“Ini akan berdampak (negatif) ke pasar keuangan, bisa ke rupiah, obligasi. Meskipun tidak akan seburuk seperti 2013,” terangnya. (Ade/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini